Hidayatullah.com—Sejumlah warga Ciketing Asem mengatakan bahwa bentrokan yang terjadi 12 September 2010 dipicu sikap arogansi anggota jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) yang tak mengindahkan keputusan Pemkot Bekasi.
“Bentrokan disebabkan karena sikap membandel jemaat HKBP yang tak mematuhi surat dari Pemkot,” kata Syahid Tajuddin, warga Ciketing, saat memberikan kesaksian dalam persidangan lanjutan kasus Ciketing, Kamis (20/1).
Syahid memberikan kesaksian dalam persidangan terdakwa Ade Firman. Pendeta HKBP, kata Syahid, telah menyalahgunakan surat Pemkot Bekasi dengan nomor 460/1529/Kessos/VII/2010 tertanggal 9 Juli 2010 perihal “Penangangan Permasalahan HKBP PTI” yang ditandatangani oleh Sekretaris Daerah, Tjandra Utama Effendi.
Kutipan poin kedua surat tersebut adalah sebagai berikut, “Kepada Pejabat Kantor Kementerian Agama Kota Bekasi agar menyampaikan kepada pendeta dan atau Jemaat AHBP PTI bahwa yang bersangkutan dapat melakukan ibadat di tempat lain milik orang lain atau milik sendiri. Apabila akan beribadat di tempat baik milik orang lain harus mendapat izin dari pemilik setempat.”
Oleh pihak HKBP, surat ini dianggap sebagai izin tertulis untuk melakukan ibadah di lahan kosong Ciketing milik HKBP. Padahal surat ini bukan perizinan, tapi instruksi kepada pejabat Kemenag Kota Bekasi. Surat itu juga bukan ditujukan kepada pihak HKBP, tapi ditujukan kepada Dandim0507/BS, Kapolres Metro Bekasi, Kepala Kantor Kemenag, Kepala Kesbangplinmas, Kepala Satpol PP, Camat Mustikajaya dan Ketua FKUB Kota Bekasi.
Tajuddin menambahkan, surat tertanggal 9 Juli 2010 yang diklaim sebagai izin untuk melakukan aktivitas kebaktian di Ciketing itu, telah dianulir dengan dua surat berikutnya, yaitu: Surat Walikota Bekasi tertanggal 23 Juli 2010 yang ditandatangani Wakil Walikota Bekasi Rahmat Effendi dan surat Kementerian Agama Kantor Kota Bekasi tertanggal 28 Juli 2010.
Kedua surat itu menyatakan bahwa setelah meninjau lapangan dan melakukan berbagai pertemuan, maka disimpulkan Ciketing tidak kondusif untuk kebaktian jemaat HKBP. Sebagai solusinya, Pemkot Bekasi menyediakan Gedung Serbaguna eks OPP di Jalan Chairul Anwar sebagai tempat kebaktian.
HKBP Arogan
Namun, pihak HKBP tidak mengindahkan kedua surat itu. Mereka tetap melakukan ibadah di tanah kosong di Ciketing Asem. Mereka masih bersikukuh dan menggunakan surat tertanggal 9 Juli 2010 sebagai izin terulis dari Pemkot Bekasi.
Menurut Syahid, umat Islam Ciketing sudah melakukan berbagai upaya untuk menyelesaikan persoalan ini. “Sudah sering kami melakukan dialog dengan HKBP, tapi tetap saja mereka ngeyel,” paparnya.
Dalam kesaksiannya Syahid juga mengatakan bahwa jemaat HKBP telah merusak segel yang dipasang Pemkot Bekasi pada sebuah rumah yang disalahgunakan sebagai gereja di Jalan Puyuh Raya Pondok Timur Indah (PTI) Bekasi, Jawa Barat. Perusakan segel dilakukan sebanyak dua kali.
Tak Menghasut
Berkaitan dengan tuduhan keterlibatan penghasutan massa yang dilakukan terdakwa Murhali Barda dalam bentrokan Ciketing, Syahid mengaku bahwa memang dirinya pernah menerima Short Message System (SMS) dari terdakwa. Namun, isi dari pesan singkat itu bukan ajakan melakukan kekerasan terhadap massa HKBP.
“Tak ada hubungan antara isi SMS dengan peristiwa 12 September 2010,” tandas Syahid.
Isi SMS yang dikirim Murhali berupa ajakan kepada umat Islam untuk ikut serta dalam aksi damai menolak gereja illegal HKBP. Tak hanya dirinya, sejumlah warga Ciketing pun mendapat SMS yang sama. Sebelum bentrokan itu terjadi, aksi penolakan gereje HKBP PTI ini memang rutin digelar umat Islam Ciketing Asem Mustika Jaya setiap Ahad.
Selain Syahid, dalam persidangan kemarin, kuasa hukum Ade Firman juga menghadirkan dua saksi lain dari warga Ciketing.*