Hidayatullah.com–Sekitar 10 persen dari total jemaah haji yang harus dirawat inap ketika melaksanakan ibadah haji menderita psikosis atau gangguan mental yang tidak terdeteksi dari awal.
“Tren kenaikan jumlah penderita psikosis ini tidak terlalu banyak tiap tahunnya tapi selalu ada ditemukan tiap tahun,” kata Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan Taufik Tjahjadi dalam jumpa media rutin Kemenkes di Jakarta, Jumat.
Psikosis menjadi jenis penyakit rawat inap terbanyak keempat pada jemaah haji di Arab Saudi tahun 2010 lalu pada periode pra-Armina. Penyakit terbanyak pertama adalah hipertensi disusul dengan diabetes mellitus dan penyakit pernafasan/pneumonia.
Perbedaan psikosis dengan ketiga penyakit terbanyak lainnya disebut Taufik adalah jika ketiga penyakit itu bisa dideteksi sejak awal, psikosis kebanyakan baru terdeteksi setelah sampai di Arab Saudi.
“Banyak jemaah haji menolak menyebutkan mereka menderita psikosis sejak pemeriksaan awal di tanah air meskipun mereka tahu karena mereka takut mereka tidak jadi diberangkatkan. Padahal seharusnya mereka menyebutkan dari awal agar dapat dilakukan penanganan yang tepat,” ujar Taufik.
Ia mengingatkan bahwa berdasarkan UU No.13/2008 tentang Penyelenggaraan Haji, Kementerian Kesehatan tidak boleh menolak seseorang untuk berangkat haji namun berkewajiban untuk menyediakan layanan kesehatan baik sebelum pemberangkatan maupun selama pelaksanaan ibadah haji.
“Namun jika di embarkasi ada calon jemaah sakit, maka akan dirujuk ke rumah sakit dan kepergiannya dipindahkan ke kloter selanjutnya,” ujarnya.
Kepala Biro Hukum Kementerian Kesehatan Budi Sampurno mengungkapkan bahwa dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang pelaksanaan haji memang tidak dicantumkan mengenai persyaratan kesehatan bagi mereka yang akan menjalankan ibadah haji.
“Ini sulit karena dari kementerian lain kami juga diminta agar tidak memberikan persyaratan kesehatan melainkan hanya ditinjau dari segi agama,” ujarnya.
Oleh karena itu, ia juga menganjurkan agar para jemaah haji dapat berterus terang mengenai penyakit yang dideritanya untuk memudahkan penanganan oleh petugas kesehatan.
Sementara itu, untuk dapat mendeteksi gejala psikosis lebih awal, Kementerian Kesehatan bekerjasama dengan Kolegium Psikiatri sedang menyiapkan prosedur pemeriksaan cepat bagi para calon jemaah haji.
“Mudah-mudahan dapat dilakukan secepatnya dan agar bukan hanya dokter yang bisa melakukan perawatan tapi juga perawat misalnya atau petugas kesehatan lainnya,” kata Taufik.
Psikosis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan seseorang yang mengalami putus hubungan dengan realitas, terkadang menyangkut delusi dan halunisasi.
Beberapa sebab yang dapat memicu terjadinya psikosis antara lain tumor otak, demensia, epilepsi, gangguan bipolar, depresi psikotik, schizofrenia dan stroke.
Gejala yang muncul berupa emosi yang tak wajar, kebingungan, depresi dan kadang muncul dorongan bunuh diri, berbicara tak beraturan, mengalami delusi dan ilusi serta halusinasi.
Terkait para jemaah haji, Taufik mengatakan ketegangan selama proses persiapan dan pelaksanaan ibadah kerap menjadi penyebab jemaah haji mengalami gejala psikosis sehingga harus dirawat inap sewaktu di Arab Saudi.
“Ada juga yang menganut paham-paham tertentu yang kemudian memicu psikosis ini. Banyak yang disebabkan kecemasan karena persiapan-persiapan sebelum berangkat yang menimbulkan ketegangan,” ujarnya.*
Foto: antara