Hidayatullah.com–Kepergian KH. Zainuddin MZ menyisakan rasa kehilangan yang begitu mendalam di hati sebagian umat Islam. Pasalnya, pendakwah yang akrab dengan julukan ‘dai sejuta umat’ ini sudah lama dirasakan. Bahkan hampir tiap bulan suci Ramadhan, dakwahnya selalu mehias di layar kaca.
“Saya mendengar ceramahnya sejak masih kecil. Ceramahnya enak dan mudah dipahami,” kata Bonasir, warga Kapas Madya, Surabaya ini kepada hidayatullah.com. Lelaki berusia 55 tahun ini pun merasa kaget ketika tahu kabar Zainuddin MZ meninggal.
“Kaget. Nggak nyangka beliau akan pergi. Padahal kita masih butuh wejangan beliau,” imbuh lelaki murah senyum ini. “Ramadhan ini nggak bisa lagi kita mendengar langsung ceramahnya. Paling, itu rekaman yang dulu,” ujarnya.
Hal itu juga dirasakan Nurhalim, warga Tambak Sumur, Waru, Sidoarjo. Alumnus IAIN Sunan Ampel yang aktif berdakwah ini merasa kehilangan dai panutanya itu.
“Saya merasa sangat kehilangan. Almarhum adalah dai yang menginspirasi banyak orang, termasuk saya,” kata Ketua TPA Al-Muhajirin Rewwin, Sidoarjo ini.
Halim masih ingat ketia SMA dulu. Dalam sebuah pentas kesenian, ia pernah memerankan KH. Zainuddin MZ. Menurutnya, gaya dan retorika ceramahnya sangat bagus dan berbeda dengan dai-dai lainnya.
“Retorikanya bagus. Beliau pandai menyusun kata-kata,” ujarnya.
Kepandaiannya itulah, kata Halim yang membuat digandarungi masyarakat. Karena itu, menurutnya seorang dai belajar banyak cara berdakwah kepadanya. Hal itu pula yang dilakukan Halim. Ia kerap belajar menyampaikan dakwah dengan intonasi dan retorika mirip kiai sejuta umat itu.
“Ya, meski tidak sama-sama amat, tapi setidaknya bisa lebih baik,” ungkapnya.
Sebagaimana diketahui, KH. Zainuddin MZ memulai menjadi pendakwah tahun 1973, ketika masih berstatus mahasiswa di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Gaya bahasanya yang ringan dan mudah dipahami, membuat ia diminati semua orang dan semua golongan.*