Hidayatullah.com–Institut Pemikiran dan Peradaban Islam (InPAS), Surabaya mengadakan bedah buku terbaru Prof. Syed M Naquib al-Attas, Historical Fact and Fiction yang baru diluncurkan 9 September 2011 lalu.
Acara diadakan pada Rabu (2/11/2011) bertempat di Aula Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya dengan bekerjasama dengan Lembaga Kajian Islam (LKI) kampus Islam tersebut.
Bertindak sebagai pembicara, Direktur Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS) Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi dan Ketua Program Studi Pendidikan Islam—Program Pasca Sarjana Universitas Ibn Khaldun Bogor, Dr. Adian Husaini
Dalam paparannya, Hamid Zarkasy mengatakan, Islam masuk ke Indonesia dan mewarnai kebudayaanya sudah berlangsung berabad-abad lamanya. Hal itu bisa dilihat dari sisi bahasa yang banyak berasal dari bahasa Arab.
“Coba lihat nama-nama yang sering dipakai. Kitab, majelis, dewan, dan lainnya. itu kan berasal dari bahasa Arab,” terangnaya.
Menurutnya, Islam merupakan agama yang sangat mudah diterima orang Indonesia. Dan menariknya, proses islamisasi itu juga bukan melalui perang.
“Saya pernah ke Palembang yang dulu ada kerajaan Sriwijaya penganut Budha. Tapi kini tak ada bekas di sana. Semuanya Islam. Saya sulit menjumpai bekas Sriwijaya dan orang yang beragama Budha di sana,” terangnya.
Sayangnya, lanjut Hamid, worldview Islam yang dulu tertanam pelan-pelan disekulerisasikan. Sekularisasi itu dalam bentuk dikotomisasi antara agama dan non agama, seperti dalam bidang pendidikan.
“Gara-gara sekularisasi itu kini ada IAIN Sunan Ampel dan Universitas Airlangga. Padahal, Sunan Ampel juga bisa mengadakan jurusan umum, tanpa dikotomi,” jelasnya.
Sementara Adian menjelaskan, penyebaran Islam di Nusantara ini tidak dilakukan pedagang, tarekat sufi, atau kaum Syiah secara sambilan. Tapi, katanya, seperti dalam buku Al Attas tersebut, islamisasi di Nusantara dilakukan secara sistematis, terencana, konsisten, dan dilakukan oleh para misionaris Islam yang hebat.
“Intinya, Islamisasi di wilayah seluas ini bukanlah pekerjaan sambilan dan asal-asalan,” tegas Adian.
Antusiasme mahasiswa yang kebanyakan pascasarjan ini cukup signifikan. Terbukti, aula tersebut penuh bahkan hingga ke bagian luar ruangan. Dalam cacatan panitia, sedikitnya ada 150 peserta yang hadir.
Para peserta terlihat sangat tertarik pemaparan dua nara sumber, Adian dan Hamid Fahmy Zarkasy.
Mereka mengikuti dengan penuh antusias hingga akhir acara. Banyak pertanyaan kritis yang disampaikan.
Bahkan, tidak saja dari kampus. Peserta dari luar kampus juga hadir.
Slamet Abdul Matin contohnya. Ia datang jauh-jauh dari Sidoarjo hanya ingin mengetahui isi buku itu dari pemaparan dua narasumber itu.
“Ya, meski sibuk, tapi karena acara ini penting jadi saya sempatkan untuk hadir,” ujarnya.
Menurut Bahrul Ulum, Ketua InPAS acara tersebut itu memang disengaja diadakan di gedung Pascasajana IAIN.
“Kami memang ingin membidik peserta pasca. Mereka kan sudah matang dalam segi keilmuan jadi akan lebih cepat nyambung dengan tema ini,” tuturunya seusai acara.*