Hidayatullah.com–Masyarakat hendaknya harus bersikap kritis terhadap program yang ada di media, baik yang bersifat audio visual, audio, cetak, maupun online, hal ini karena banyak media saat ini dipunyai politisi. Dikhawatirkan akan menggiring opini masyarakat demi sebuah kepentingan.
Hal tersebut disampaikan Arif Jamali Muis, Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Muhammadiyah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta di gedung PWM DIY, Jl Gedongkuning, Yoggyakarta, baru-baru ini.
Arif menuturkan, gurita media yang telah masuk di setiap pelosok tanah air merupakan modal besar bagi para politisi untuk dengan mudah menjangkau berbagai kalangan. “Para politisi, baik ketua partai politik, penasehat, dan sebagainya telah menancapkan kukunya di berbagai bisnis media, mulai dari televisi, radio, online, hingga koran, yang tentu dengan mudah menjangkau setiap segmen masyarakat. Dengan besarnya pasar media di tanah air, tentu media menjadi sangat efektif dalam menggiring opini masyarakat dalam kasus-kasus yang secara langsung ataupun tidak langsung berhubungan dengan kepentingan pemilik media,” ujarnya.
“Indikasi penggiringan opini masyarakat melalui media ini jelas terlihat ketika televisi A memandang suatu kasus berbanding terbalik dengan televisi B. Media A akan menguatkan opininya dengan mendatangkan berbagai narasumber yang punya kecenderungan sesuai dengan jalan pemikiran pemilik stasiun A, dan hal tersebut juga terjadi di televisi B, sehingga nampak perbedaan yang signifikan dalam menyikapi kasus,” jelas Arif.
Perbedaan sikap yang berbeda dari dua televisi, menurut Arif, sebagaimana dimuat laman Muhammadiyah, menjadi indikasi kuat adanya kepentingan kelompok tertentu. Pada bagian lain beberapa televisi juga menuangkan image para pemiliknya dalam porsi berita yang lebih, serta mengurangi porsi berita lawan politiknya.
Dengan adanya fenomena media yang syarat kepentingan tersebut, maka sikap kritis dari masyarakat menjadi filter ampuh dalam penggiringan opini tersebut. Masyarakat hendaknya dapat berpikir dengan jernih dan dapat membedakan mana yang bersifat “setting”an atau memang menyajikan secara obyektif.
“Besarnya kekuatan media di Indonesia ini maka tinggal peran masyarakat untuk dapat secara kritis melihat berbagai program dan berita, baik di media elektronik ataupun cetak, untuk tidak terjebak dalam sebuah kepentingan yang hanya menjerumuskan Indonesia ke dalam jurang yang lebih dalam,” pungkasnya.*