Hidayatullah.com–Muslim di Jerman, khususnya kota Mannheim, tidak perlu bingung lagi menabungkan uangnya di bank karena kini
sudah ada bank syariah bernama Kuveyt Turk.
Seperti halnya bank syariah lain, Kuveyt Turk tidak beroperasi dengan mengandalkan bunga uang, melainkan keterlibatan dalam perusahaan yang menjadi klien.
“Sebagai bank dengan model yang khusus ini, kami tidak boleh terlibat dalam bisnis yang berhubungan dengan alkohol, hewan babi, pornografi atau industri senjata. Termasuk semua bisnis yang dapat merusak kesejahteraan umum,” kata Direktur Bank Ugurlu Soylu.
Namun, tawaran investasi pada bank syariah pertama di Jerman ini masih terbatas, karena izin mereka juga terbatas. Dana invetasi yang berhasil dikumpulkan bank, selanjutnya dikirim ke kantor pusat mereka di Istanbul. Setelah itu, bank pusat akan mengalirkan dana tersebut ke perusahaan-perusahaan di Turki.
Tidak seperti di Inggris atau Perancis, persyaratan dasar bagi pendirian bank syariah belum ada di Jerman. Meski demikian, pihak dinas pemerintah untuk pengawasan layanan finansial BaFin, mengharapkan perkembangan sebuah institusi perbankan yang layak.
Johannes Engels, konsultan pada BaFin mengatakan, “BaFin menyibukkan diri dengan perbankan Islami atau keseluruhan layanan finansial yang berdasarkan pada syariah. Mei mendatang kami akan melakukan konferensi tentang itu di Frankfurt. Tema ini sangat penting bagi kami, terutama karena di dalamnya dapat terkandung potensi jawaban tertentu bagi krisis keuangan.”
Bagi nasabah yang membutuhkan kredit, Bank Kuveyt Türk di Mannheim menawarkan dua kemungkinan. Bank membiayai proyek kongkrit, supermarket misalnya, lewat keterlibatan dalam pembiayaan. Itu berarti, ikut menikmati keuntungan dan juga menanggung kerugian.
Atau, dalam kasus kredit properti, Bank membeli obyek tertentu yang kemudian dijual kembali kepada nasabah setelah mengambil keuntungan dengan menaikkan harga. Nasabah dapat melunasi harga itu dengan cara mencicil. Begitu teorinya. Namun dalam prakteknya ada beberapa kesulitan mendasar.
“Masalahnya, jika orang memilih kredit syariah, untuk dua kali jual-beli, maka ia harus dua kali membayar pajak jual beli tanah dan bangunan. Ini menjadi kredit yang mahal dan sulit dilakukan dalam situasi sekarang,” dikatakan Leila Momen, konsultan pajak di Ernst & Young.
Apalagi pajak pembelian tanah dan bangunan baru saja dinaikkan menjadi 5%. Kenaikan harga berikutnya muncul sebagai akibat dari fakta bahwa penambahan harga dari pihak bank berarti membuat nasabah harus membayar pajak pertambahan nilai, demikian dilansir Deutsche Welle (12/12/2011)*