Hidayatullah.com– Perjuangan penerapan syari’ah ada yang menggunakan cara radikal, tapi ada juga yang tidak. Namun yang pasti, semua kompenen umat harus berjuang untuk menerapkannya gerakan menuju perubahan umat. Di antaranya adalah gerakan ishlahul ummah (memperbaiki umat), ri’ayatul ummah (menjaga umat), taqwiyatul ummah (memberdayakan umat), dan ittihadul ummah (menyatukan umat).
Ungkapan ini disampaikan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, KH. Ma’ruf Amin dalam acara dialog bersama para pimpinan Pondok Pesantren yang diselenggarakan oleh BKSPPI (Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia), bertempat di Aula STID Mohammad Natsir Jakarta.
Hadir dalam acara tersebut Ustadz Syuhada Bahri (Ketua Umum Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia), KH. A. Kholil Ridwan (Ketua MUI), KH. Abdul Rasyid Syafi’i, dan sejumlah kiai lainnya.
Lebih jauh, Ketua Bidang Fatwa MUI ini menjelaskan yang dimaksud ishlahul ummah. Menurtnya, ishlahul ummah, bagaimana agar masyarakat betul-betul melaksanakan tuntunan syariah Islam. Untuk mewujudkannya, setidaknya ada dua hal yang harus dilakukan.
Pertama, tathbiqi syari’ah (penerapan syariah). Tathbiqi syariah adalah mengedukasi (mendidik/mengajarkan) pada umat agar mejalankan syariat Islam dengan baik.
“Sehingga akidahnya tepat, ibadahnya tepat, akhlaknya tepat dan muamalahnya dijalankan sesuai syariah, mencakup aspek ekonomi, budaya, dan politik,” ujarnya di hadapan para hadirin.
Kedua, penyerapan syariah ke dalam berbagai aturan perundangan. Inilah kata Kiai Ma’ruf yang dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) sehingga melahirkan undang-undang yang secara substansi adalah syariah. Termasuk Perda-Perda yang dipermasalahkan orang, seperti prostitusi, minuman keras, dan lainnya. Perda-Perda demikian adalah penyerapan syariah secara substansial.
“Ada orang yang inginnya serba formal saja, kalau tidak formal tidak syariah. Ada pula yang menginginkan substansinya saja, tidak usah formal-formalan. Maka MUI ingin menerapkan syari’ah secara formal dan substansial,” ujarnya.
Menurutnya, di Negara seperti Indonesia, perjuangan penerapan syari’ah dilakukan berbagai macam cara. Namun MUI ingin memperjuangkannya secara konstitusional saja.
Meskipun secara undang-undang sudah formal, tuturnya, namun ternyata tathbiqiyah, (penerapannya) susah sekali. Contohnya, ekonomi syariah yang secara undang-undang sudah ditetapkan dan sah. MUI juga membuat fatwa lalu dituangkan dalam sebuah aturan. Tapi penerapan oleh masyarakat justru rendah sekali. Buktinya Bank syariah baru mencapai angka 4 %, sedangkan 94 % masih konvensional.
“Jangan-jangan para kiai atau ustadznya sendiri masih menggunakan bank konvensional.”
Padahal, konvensional (riba) itu artinya jahiliyah. Riba itu menurut Kiai Ma’ruf, transaksi jahiliyah yang saat ini menjadi sistem global.
“Di sinilah peran ulama dan kiai harus bertanggung jawab terhadap permasalahan ini,” ujarnya penuh semangat.*/Saeful R