Hidayatullah.com–Kehadiran Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Hillary Clinton di al-Quds (Yerusalem), Israel mendapat apresiasi serius dari Presiden Israel Simon Perez dan Perdana Menteri Benyamin Netanyahu.
Hal ini disebabkan kekhawatiran Israel terhadap ancaman kebangkitan kekuatan Islam di timur tengah pasca menangnya Dr Muhammad Mursy sebagai presiden di negara yang dulu pernah menjadi sahabat mesranya Mesir.
Israel sangat mengkhawatirkan adanya perubahan kebijakan atas kesepakatan Camp David yang akan dilakukan oleh Mesir. Di mana seluruh dunia tahu bahwa gerakan HAMAS di Palestina merupakan perpanjangan tangan dari sumbu penting gerakan Islam Al Ikhwan Al Muslimin yang kini berhasil menjadikan kadernya presiden di Mesir.
Menjadi wajar jika Israel menjadi khawatir, mengingat HAMAS hingga hari ini tidak mau mengakui keberadaan teritorialnya atas tanah Palestina. Sementara pada saat bersamaan Dr Mursi Presiden baru Mesir tidak memberikan tanggapan apapun atas ucapan selamat Israel atas terpilihnya dia menjadi presiden Mesir yang baru.
“Pemerintahan Mesir saat ini memiliki banyak agenda yang berat, yang bahkan tidak akan sanggup dilakukan oleh seorang pemimpin paling berpengalaman didunia” jelas Hillary dalam konferensi pers di Yerusalem seperti yang dikutip BBCNews.
Hal ini menjadi sangat relevan bagi Hillary menjelaskan itu untuk meredam ketakutan pemerintahan Tel Aviv. Menurut Istri Mantan Presiden AS Bill Clinton ini terlalu berlebihan untuk mencurigai Dr Mursi akan mengkhianati perjanjian Camp David sedangkan urusan dalam negeri Mesir sendiri masih carut-marut dan rentan akan hadirnya konflik sectarian baik dari kubu Islam, Kristen Koptik hingga ke kelompok liberal Mesir.
“Krisis ekonomi di Mesir (pasca revolusi) masih membutuhkan reformasi, sedangkan rekonsiliasi politik sendiri masih belum stabil. Ada banyak permasalahan dalam masyarakatnya yang harus ditangani secara serius oleh pemerintah mesir,” tambah Hillary dalam jumpa persnya.
Sikap Hillary yang melunak terhadap kelompok Islam Al Ikhwan Al Muslimin ini jelas berbeda dengan kebijakan Condoleezza Rice saat menjabat menteri luar negeri AS pada masa kepresidenan George Bush Jr.
Condoleezza saat itu tidak memberikan ruang sedikitpun kepada Al Ikhwan Al Muslimin untuk berpartisipasi dalam perpolitikan bahkan memasukkannya ke dalam organisasi terorisme. Hal ini jelas, membuat Israel banyak bertanya mengenai kebijakan Hillary yang kini justru mengakrabi Mursy.
Namun hal tersebut tidak membuat Hillary plin-plan, beliau menegaskan bahwa Mursy sudah menyampaikan komitmennya untuk tetap menghargai kesepakatan international yang pernah terjadi dengan pemerintahan Mesir sebelumnya dan ingin memfokuskan diri kepada permasalahan ekonomi dan persatuan rakyat Mesir.
“Yang penting sekarang adalah tindakan, bukan kata-kata,” tegas Hillary yang memposisikan diri sebagai penengah diantara ketegangan antara Israel dan Mesir.*