Hidayatullah.com—Pemerintah Propinsi Jawa Timur dinilai agak lambat dalam melakukan sosialisasi Surat Keputusan (SK) Gubernur tentang aliran sesat di Jawa Timur. Akibat keterlambatan ini, diperkirakan kembali terjadi gesekan dan konflik yang berakibat bentrok fisik di Sampang.
Pernyataan ini disampaikan Habib Ahmad Zein Alkaf, Ketua Bidang Organisasi Albayyinat Indonesia, Selasa (28/08/2012) menanggapi kasus terbaru konflik berdarah Sunni-Syiah di Sampang Madura.
“SK Gubernur ini terlalu berlarut-larut yang seharusnya dikeluarkan beberapa bulan yang lalu. Lagi pula masih kurang jelas dan terarah,” ujar Ahmad Zein Alkaf kepada hidayatullah.com.
Sebelumnya, Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Timur menilai konflik Syiah di Sampang sebenarnya sudah lama diselesaikan dengan kesepakatan di tingkat lokal Sampang maupun SK Gubernur Jatim 55/2012. PWNU kemudian menilai bentrokan yang terjadi kemarin merupakan hasil dari pelanggaran kesepakatan yang dilakukan kelompok Syiah Sampang sehingga konflik pun meletus.
“Syiah itu melanggar HAM, karena mereka melecehkan Islam. Solusinya, kami tidak melarang, tapi kami meminta Syiah untuk menghindari kiprahnya di ranah publik, kalau mereka tidak memasuki ranah publik atau hanya internal keluarga, tentu mereka akan aman,” kata Ketua PWNU Jatim KH Mutawakkil Alallah dikutip Antara di Surabaya, Selasa.
Seperti diketahui, Juli 2012, Gubernur Jatim telah mengeluarkan SK No. 55 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Kegiatan Keagamaan dan Pengawasan Aliran Sesat di Jawa Timur yang berisi pasal-pasal penting terkait dengan pengawasan aliran sesat sesuai 10 Kreteria Sesat Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Di antara pasal ada tertulis, “Setiap orang apabila mengetahui adanya aliran yang diduga sesat, berkewajiban untuk memberitahukan kepada aparat berwenang dan tidak bertindak di luar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Dalam pasal 1 poin 6 bahkan tertulis yang dianggap aliran sesat manakala ia menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama yang bersangkutan.
“Aliran sesat adalah faham atau ajaran yang menamakan diri sebagai suatu ajaran agama dan pemikiran atau pendapat-pendapat tentang ajaran agama yang isinya menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama berdasarkan pertimbangan dari masing-masing majelis agama yang bersangkutan.”
Selanjutnya dalam pasal 4 poin 1, dijelaskan, “Setiap kegiatan keagamaan dilarang berisi hasutan, penodaan, penghinaan dan/atau penafsiran yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama yang dianut di Indonesia, sehingga dapat menimbulkan gangguan ketentraman dan ketertiban masyarakat.”
“Terhadap kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pemerintah Daerah harus segera menghentikan kegiatan tersebut.” (pasal 5, poin 1) [baca: Isi Lengkap SK Gubernur Jatim Tentang Pembinaan Kegiatan Keagamaan dan Pengawasan Aliran Sesat]
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Sebelumnya, Maret lalu, sekitar 50 ulama di Jawa Timur mendesak pemerintah Jatim segera mengeluarkan SK tentang Aliran Sesat agar terjadi harmonisasi dan stabilitas keamanan di Jawa Timur. Namun, SK itu baru muncul bulan Juli kemudian, itupun dikabarkan belum banyak diketahui masyarakat. [Baca: Lebih 50 Ulama Se-Jatim Desak Larang Syiah]
Karena dinilai kurang cepat dalam mensosialisasikan SK ini, maka peristiwa gesekan kembai terjadi lagi, ujar Ahmad Zein Alkaf.*