Hidayatullah .com—Keputusan hasil Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdlatul Ulama (Munas NU) sidang Komisi masail al waqi’iyah di Pondok Pesantren Kempek, Cirebon, Jawa Barat, Ahad (16/09/2012) yang telah menyetujui diberlakukannya hukuman mati kepada koruptor terus mendapat sambutan masyarakat.
Drs. H. Amliwazir Saidi, pengurus takmir Masjid Agung Al Azhar Jakarta mengatakan, keputusan tersebut sudah tepat dan merupakan angin segar bagi rakyat Indonesia.
“Sebaiknya para pejabat-pejabat terkait, termasuk partai politik menjadikan keputusan ini masuk ke proses hukum, melakukan amandemen-amandemen di DPR,” jelas Amliwazir dalam khutbah Jum’at di Masjid Agung Al Azhar Jakarta Selatan, Jumat, (21/09/2012) siang.
Amliwazir juga menyarankan agar bangsa Indonesia belajar dari negara China.
Menurutnya, komunis saja bisa tegas menghukum mati korupsi, seharusnya Indonesia yang berbasis agama bisa lebih tegas lagi.
Amliwazir juga mengambil beberapa kisah nyata bagaimana sikap pemerintah China yang konsisten melawan korupsi.
Ia mencatat, Perdana Menteri China pada tahun 1998, Zhu Rongji, pernah menyuruh mempersiapkan 100 peti mati. Di mana 99 peti mati itu disiapkan untuk para koruptor di China. Sementara 1 peti mati disiapkan untuk dirinya sendiri jika dia melakukan korupsi dalam memimpin China.
“Orang yang pertama kali kena kasus korupsi dalam masa kerja Zhu Rongji adalah Cheng Kejie, pejabat tinggi Partai Komunis China, rekan dekatnya Zhu Rongji,” cerita Amliwajir.
Zhu Rongji tetap menghukum rekan politiknya itu. Zeng Kejie dihukum mati karena kasus suap sebesar US$ 5 Juta. Setelah Zeng Kejie, Wakil Gubernur Jiangxi, Hu Chan-ging juga dihukum mati karena menerima suap mobil dan permata senilai Rp 5 Milliar.
Sikap Zhu Rongji ini mendapat kecaman dari Amnesti International. Menurut Amnesti International sudah 4000 orang ditembak mati karena kasus korupsi di China. Amnesti International menuduh China melakukan kebiadaban atas kebijakan hukuman mati koruptor tersebut.
“Namun hingga hari ini China tidak peduli dengan kritikan Amnesti International, justru China membuktikan kebangkitan ekonominy atas kebijakan tersebut. Kita harus belajar pada China,” jelas Amliwazir lagi.
Diakhir khutbahnya, Amliwazir menekankan bahwa fatwa alim ulama hanya akan tinggal kenangan saja. Ia tidak akan berarti apa-apa ketika ia tidak mampu dibawa masuk menjadi bagian dari sebuah hukum di negara ini.
Karena itu keputusan hukuman mati untuk koruptor dari Munas Alim Ulama NU tersebut harusnya segera diapresiasi umat Islam agar pemerintah bisa mengimplementasikannya ke dalam undang-undang negara.*