Hidayatullah.com–Gubernur Kelantan, Malaysia, Dato Bentara Setia Haji Nik Abdul Aziz Bin Nik Mat menjadi narasumber dalam seminar internasional sehari bertajuk Banda Aceh Model Kota Madani di Aula Balai Kota Banda Aceh, Kamis (27/09/2012). Seminar ini disesaki peserta dari berbagai komponen yang dengan seksama menyimak setiap paparan narasumber yang berjumlah 4 orang.
Wali Kota Banda Aceh, Mawardi Nurdin mengatakan, seminar ini untuk menyaring aspirasi dan menyamakan persepsi. Selain itu untuk melakukan sinkronisasi dan sinerginisasi mindset menyangkut Kota Madani.
“Seminar ini untuk mencari masukan agar memiliki pemahaman yang sama dalam memahami Kota Madani tersebut,” ucap Mawardi Nurdin.
Sebagai pembicara Gubernur Kelantan, Malaysia, membagikan pengalamannya selama memimpin Kelantan. Dato Bentara telah terlebih dahulu menerapkan Kota Baru, Bandar Islami Kelantan. Paparannya akan dijadikan bahan pertimbangan menyusun Banda Aceh Kota madani.
“Kita tidak semua mengadopsi dari Kelantan. Ada hal-hal yang tidak sama, baik budaya maupun lainnya. Akan tetapi, secara umum, Kota Banda Aceh bisa menjadikan Kelantan sebagai referensi,” kata Mawardi.
Menurut ia, yang penting dalam penerapan Banda Aceh Kota Madani adalah sikap toleransi antaragama harus terjaga. Di Kelantan, toleransi memang menjadi hal sangat diperhatikan untuk membina kerukunan beragama.
“Ke depan tentunya kita akan sangat toleransi dengan agama lain di Aceh dalam penerapan Kota Madani,” tukasnya.
Setelah seminar ini Mawardi Nurdin akan segera membentuk tim kecil untuk merumuskan semua hasil tersebut, kemudian langsung akan berkoordinasi dengan DPRK untuk dibahas lebih jauh. Baru setelah itu akan dimasukkan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).
“Gubernur Aceh memberikan batas waktu dalam jangka 3 bulan setelah dilantik harus telah selesai RPJM Kota Banda Aceh,” katanya, dilansir The Globe Journal.
Pembicara lain dalam seminar Prof. Dr. Al Yasa’ Abubakar, MA dan Prof. Dr. Syahrizal Abbas, MA, dipandu Mawardi Ismail, SH, MH, pakar hukum Universitas Syiah Kuala. Pembandingnya Prof. Drs. Yusny Saby, MA, Ph.D, pakar ilmu pemikiran Islam IAIN Ar-Raniry.*