Hidayatullah.com–Ketua Dewan Penasehat Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Prof Dr Jimly Asshidiqie mengatakan ICMI harus bisa menjaga jarak dengan partai politik, meskipun kader-kader partai politik banyak yang menjadi anggota dan pengurus ICMI.
“Semua partai ada di ICMI. Namun, harus bisa menjaga jarak antara partai yang memiliki kepentingan politik dengan ICMI yang memiliki kepentingan intelektual,” kata Jimly Asshidiqie di Jakarta, Kamis (20/12/2012).
Jimly Asshidiqie menyampaikan hal itu dalam pidato seusai serah terima jabatan Ketua Presidium ICMI dari Prof Nanat Fatah Natsir kepada Marwah Daud Ibrahim pada penutupan Silaturahim Kerja Nasional (Silaknas) ICMI di Jakarta Convention Center.
Dia berpesan kepada Marwah, yang juga ketua umum Partai Republik, untuk mencontoh kader-kader lain ICMI yang juga merupakan pengurus partai politik seperti Ketua Umum PAN Hatta Rajasa yang menjadi Ketua Dewan Pakar ICMI dan Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso yang menjadi presidium ICMI.
“Meskipun di ICMI banyak tokoh-tokoh partai, tetapi ICMI tidak pernah terseret kepada kepentingan politik apa pun,” katanya.
Dia mengatakan 2013 akan menjadi tahun yang “hangat” menjelang tahun “panas” 2014. Dia juga berpesan pada Priyo Budi Santoso dari Golkar yang akan menjadi Ketua Presidium ICMI pada 2014 untuk tetap menjaga jarak dengan kepentingan partai politik.
Pada pelaksanaan Silaknas, ICMI mengundang dan memberi ruang kepada sejumlah tokoh yang sudah ditetapkan atau disebut-sebut akan diusung sebagai calon presiden pada 2014 untuk menyampaikan pandangannya tentang kebangkitan peradaban bangsa.
Tokoh-tokoh itu adalah Ketua Umum PAN Hatta Rajasa, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subiyanto, Ketua Umum Partai Hanura Wiranto dan Jusuf Kalla.
Ikut Berdiplomasi
Sementara itu, Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie mengatakan ICMI harus bisa berkontribusi besar dalam diplomasi di dunia internasional.
“Diplomasi bukan cuma tugas diplomat pemerintah saja, tetapi juga tugas semua elemen masyarakat,” kata Aburizal Bakrie di Jakarta.
Aburizal Bakrie menjadi salah pembicara pada “Taaruf Nasional” yang merupakan salah satu agenda Silaturahim Kerja Nasional (Silaknas) Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) di Jakarta Convention Center.
Menurut dia, Indonesia adalah negara Muslim demokrasi terbesar atau negara demokrasi ketiga setelah Amerika Serikat dan India karena memiliki populasi Muslim terbesar di dunia dan Asia.
“Karena itu, Indonesia sering diminta sebagai pemain kunci dalam forum-forum internasional yang menjembatani antara dunia Islam dan Barat. Sebab, Indonesia berhasil mempertemukan antara Islam, demokrasi dan modernitas,” tuturnya.
Menurut Aburizal Bakrie, Indonesia juga berperan dalam mengampanyekan Islam konservatif bagi dunia yang selama ini sulit dilakukan oleh negara-negara Muslim lainnya.
“Semangat Islam adalah demokrasi. Itu yang harus dikampanyekan kepada negara-negara lain, khususnya negara Muslim,” ujarnya.
Kekuatan diplomasi, kata dia, juga bisa digunakan untuk mengimbangi citra negatif terhadap Indonesia tentang intoleransi. Dengan diplomasi positif, maka akan bisa memperbaiki citra negatif itu. “Yang penting, jangan ada anak Indonesia yang mencerca Indonesia,” ucapnya.
Sebelumnya, mantan Presiden Bacharudin Jusuf Habibie juga telah menyampaikan orasi utama berjudul “Regerasi Kepemimpinan Nasional dalam Membangun Peradaban Bangsa”.*