Hidayatullah.com–Babi pepet umat, demikian kalimat yang dipakai Koordinator Aliansi Bersama Konsumen Muslim Indonesia (ABKMI) Musliadi Raja Dg. Mappasomba, yang menggambarkan kian maraknya produk konsumsi mengandung unsur haram yang terus memepet, menyasar, dan mengintai umat Islam di Indonesia.
“Soal babi belum selesai. Kita menduga keras masih banyak penjaja produk konsumsi yang mengandung unsur haram. Memang belum terdeteksi sepenuhnya. Kasus bakso babi yang terbongkar beberapa waktu lalu itu hanya fenomena gunung es,” kata Musliadi kepada Hidayatullah.com, Rabu (02/01/2013).
Perkara makanan yang mengandung haram bagi seorang Muslim memang bukan soal sepele, tambahnya.
Namun, terangnya, dalam waktu yang sama sergapan berbagai jenis produk konsumsi di sekitar kita kian hari semakin ramai berseliweran. Jika tak teliti dan berhati-hati, bisa jadi makanan yang dikonsumsi itu mengandung unsur haram seperti babi.
“Saya rasa masalah ini tak mudah dientaskan, perlu kepekaan dan dukungan komponen umat. Sebab tentu selalu saja ada pihak-pihak yang karena tuntutan nafsunya, tega melakukan tindakan-tindakan jahat, seperti mengoplos daging sapi dengan daging babi,” ujarnya.
Musliadi melanjutkan, umat Muslim yang mayoritas di Indonesia jelas menjadi sasaran utama dari penetrasi jenis-jenis produk konsumsi yang tak diketahui pasti unsur-unsur kandungannya itu.
“Sebagai umat mayoritas, negara hendaknya melindungi hak-hak konsumen Muslim di negeri ini. Peran dari LPPOM MUI harus kita dukung guna melindungi konsumen Muslim. Ini hak kita sebagai warga negara yang dijamin konstitusi,” ucapnya.
Selain itu, tukas Mus, sebenarnya tak hanya masalah produk konsumsi mengandung unsur haram saja yang menjadi kekhawatiran banyak pihak. Banyak masyarakat juga sering dihantui jajanan konsumsi sehari-hari, seperti gorengan dan sejenisnya yang dinilai kerap diolah bersama dengan bahan-bahan yang tidak steril. Sejumlah kanal televisi swasta bahkan sudah sering menurunkan investigasi mendalam soal ini.
“Di satu sisi kita kasihan. Mereka mencari nafkah, tapi di waktu yang sama mereka mau “membunuh” pembelinya dengan mencampurkan ayam tiren (ayam bangkai) di sajian mereka. Mungkin hanya segelintir yang begitu, tapi tindakan mereka ini jelas merugikan pelaku usaha sejenis yang tetap menjaga kualitas, baik dari segi kehalalan dan cita rasa,” tukas Musliadi.
Sebagaimana diwarta media, pertengahan Desember lalu Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan menangkap Eka Prayitno, pemilik kios penggilingan daging di kawasan Cipete, Jakarta Selatan, sebagai tersangka. Polisi menyatakan kios tersebut terbukti mencampurkan daging babi untuk dijadikan bakso dan dijual ke masyarakat tanpa izin.
Modus yang digunakan Eka Prayitno adalah mengedarkan daging olahan oplosan daging babi dan daging ayam sebagai bahan dasar membuat bakso. Kegiatan pengoplosan daging yang dilakukan Eka ini diduga telah berjalan selama tiga tahun.*