Hidayatullah.com– Kasus 6 sekolah Kristen di Blitar yang tidak menyediakan guru agama sesuai keyakinan muridnya bisa saja terulang lagi. Untuk mengantisipasi hal ini, pemerintah diharapkan lebih serius mengawasi sekolah-sekolah dalam menjalankan UU Sistem Pendidikan Nasional No 20 Pasal 12 Tahun 2003.
Hal itu disampaikan Anggota Komisi X DPR RI Herlini Amran di Kompleks Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (23/1/2013). Menurut Herlini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI harus segera mengantisipasi kasus-kasus pelanggaran UU Sisdiknas lainnya.
“Jelas itu perbuatan melanggar konstitusi dan melawan hukum, sehingga jangan dibiarkan terjadi lagi kejadian seperti ini,” ujar Legislator PKS tersebut melalui rilisnya kepada hidayatullah.com.
Herlini berpendapat, pendidikan agama merupakan hak mendasar bagi setiap murid.
“Apalagi ini diamanahkan oleh pasal 12 UU Sisdiknas, pasal 4 PP No 55/2007 tentang Pendidikan Agama, dan diperkuat lagi oleh Permen Agama No 16/2010,” jelasnya.
Terjadinya kasus ini, lanjut Herlini, menunjukkan lemahnya pengawasan Kemendikbud dan pemangku kepentingan terkait.
“Sebaiknya pemerintah segera merespon kelemahan ini dengan memperkuat sistem pengawasan implementasi hak pendidikan agama di semua sekolah secara nasional,” usulnya.
Herlini berharap kasus ini menjadi catatan penting bagi pemerintah khususnya Kemendikbud. Dia meminta, formula solusi pemenuhan hak pendidikan agama bagi 70 persen siswa yang sempat terabaikan ini segera dilaksanakan oleh ke-6 sekolah Katolik tersebut.
“Ingat, pemerintah berkewajiban mengawasinya, sekaligus memfasilitasinya. Kasus ini bolehlah menjadi model penyelesaian masalah sejenis di kemudian hari,” pungkasnya.
Seperti diketahui, enam sekolah yang bernaung di bawah sekolah milik Yayasan Yohanes Gabriel Blitar tidak menyediakan pelajaran agama lain kepada siswa-siswanya. Sekolah-sekolah tersebut antara lain SMA Katolik Diponegoro, TK Santa Maria, STM Katolik Santa Maria, SD Katolik Santa Maria, SD Katolik Yos Sudarso dan SMP Katolik Yos Sudarso.