Hidayatullah.com–Peradaban Islam yang kini telah jauh dari khazanah keilmuan. Akibatnya, peradaban Islam serasa kering. Demikian disampaikan Prof. Dr. Khalif Muammar Profesor Madya Centre for Advanced Studies on Islam, Science and Civilization (CASIS) di Universiti Teknologi Malaysia.
“Peradaban itu seperti pohon. Peradaban Islam mempunyai akar yang menjulang ke bumi dan dahan-dahannya menjulang ke langit, ia rindang, tidak kering. Peradaban yang kita bina seharusnya seperti itu sehingga menghasilkan buah-buah yang lezat, tapi peradaban Islam yang kita lihat sekarang tidak seperti itu,” ujarnya saat mengisi diskusi di Pusat Studi Peradaban Islam (PSPI) Solo, Jum’at malam, (13/09/2013).
Menurut Khalif, peradaban ibarat sebuah pohon. Salah satu penyebab keringnya peradaban, kata alumni Universitas Mu’tah Jordan ini, karena para Orientalis sengaja memutuskan hubungan umat Islam dari masa lalunya.
“Kemungkinan ada usaha yang dilakukan oleh para Orientalis untuk memutuskan tali sejarah umat Islam dari masa lalunya,” ujarnya.
Doktor jebolan ISTAC ini juga memaparkan, untuk memperbaiki peradaban harus dimulai dari akar terlebih dulu, salah satunya dengan menggali kembali khazanah keilmuan, seperti mengumpulkan kembali manuskrip karya-karya ulama. Termasuk karya ulama Nusantara yang kabarnya hilang dan banyak terkubur.
“Usaha yang penting yaitu menggali khazanah keilmuan. Yang penting dari Nusantara ini, yang kita lihat sekarang hanya manuskrip-manuskrip sejarah dan sastra,” terangnya.
Dengan menggali kembali khazanah keilmuan, kata Khalif, kita akan mengetahui masa lalu kita.
“Sekurang-kurangnya kita tahu tulisan mereka, kita tahu pola pikir mereka karena mereka lah yang menyebarkan Islam di Nusantara. Karena masa lalu itulah petunjuk dari akar, darimana kita bermula,” jelasnya.
Karenanya menurut penulis buku “Islam dan Pluralisme Agama” ini, di sinilah peran-peran ilmuwan Islam untuk meneruskan tradisi keintelektualan Islam dan menggali kembali khazanah keilmuwan, berani melawan arus wacana yang sedang digulirkan Barat dan berani mengkritisinya.*