Hidayatullah.com– Tokoh senior Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nur Mahmudi Ismail menilai pemerintah telah berusaha memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Dia pun berharap ke depannya produk lokal semakin berkembang.
Menurut mantan Presiden Partai Keadilan (PK, sebelum jadi PKS) ini, pemerintah secara nasional sedang dan terus mendiskusikan sejauh mana kesyukuran masyarakat Indonesia atas potensi pangan yang dimiliki.
“(Kepada) pemerintah pusat agar kaitan dengan daging, gula, kedelai, beras, jagung, diharapkan tidak ada yang impor. Namun, kita ketahui bahwa upaya untuk mendorong ke arah kecukupan seperti ini tidak mudah,” ujar Wali Kota Depok ini saat membuka acara Muharram Education Fair (MEF) di Pondok Pesantren Hidayatullah (PPH) Depok, Jawa Barat, Sabtu (2/11/2013).
Nur Mahmudi mengatakan, ketidakmudahan tersebut dipengaruhi banyak faktor yang membuat masyarakat bersemangat atau tidak dalam berproduksi.
Di antara faktor tersebut, katanya, adanya pola pikir masyarakat yang diawali dari keraguan terhadap pangsa pasar.
Misalnya, keraguan apakah kalau memproduksi barang ada yang beli atau tidak. Atau keraguan dibeli dengan harga menguntungkan atau tidak, jelasnya.
Juga, lanjut Nur Mahmudi, keraguan produsen akan adanya produk-produk lain yang serupa dengan produk yang dihasilkannya, terutama barang impor.
“Hendaknya, di Pesantren Hidayatullah ini juga, kita perlu mensosialisasikan (produksi lokal) agar putra-putri kita memiliki aneka keterampilan,” harapnya.
Dia pun menyebut lembaga pendidikan Al-Fikri yang beberapa waktu lalu telah meresmikan Taman Kanak-kanak berbasis kewirausahaan. Di sekolah ini, ungkapnya, para murid disiapkan kolam ikan lele. Mereka pun dilatih berwirausaha, mulai pembenihan hingga penjualan ikan lele.
Apresiasi Produk Lokal
Sebelumnya, saat menuju tempat pembukaan MEF di Masjid Ummul Quraa, Nur Mahmudi menjumpai dua buah sepeda rakitan santri. Sepeda yang dipamerkan di halaman masjid ini sempat diujicoba olehnya.
“Saya tadi melihat, yang sudah berlatih untuk (membuat) kontruksi sepeda. Ini sebuah terobosan yang berani, di bawah bimbingan dari orang yang ahli juga. Sehingga membentuk sesuatu yang baik. Tadi sudah saya coba. Ternyata bisa dibikin juga. Mudah-mudahan menumbuhkan rasa yakin kepada anak-anak kita bahwa dia memiliki kemampuan yang baik,” tandasnya.
Kepala Pendidikan PPH Depok Iwan Ruswanda, mengatakan, sepeda-sepeda itu dirakit oleh santri-santri Hidayatullah.
“Yang bimbing langsung dari UI (Universitas Indonesia),” jelasnya saat mendampingi wali kota.
Usai acara itu, Nur Mahmudi ditemani sejumlah pejabat kelurahan dan kecamatan setempat berdiskusi dengan pengurus PPH. Dia pun berpesan agar PPH menumbuhkan semangat kewirausahaan bagi para santrinya.
“Kalau ada lahan disiapkan khusus untuk santri praktek bercocoktanam. Bagusnya buah-buahan,” usul mantan Menteri Kehutanan dan Perkebunan periode 2000 itu.
Pembina PPH Depok, Ustadz Nursyamsa Hadis menyambut positif seruan wali kota. Dia pun segera berkoordinasi dengan Iwan Ruswanda untuk menindaklanjuti wacana tersebut.
“Kita juga sudah menanam buah-buahan di sekeliling kampus. Tapi ada juga selain itu,” jelas mantan Anggota DPD RI asal Kalimantan Timur ini.
Lagi-lagi Kampanye
Menariknya, seperti biasa dalam berbagai kesempatan, Wali Kota Depok kerap mengkampanyekan pentingnya penggunaan barang non-impor.
Dalam acara pembukaan MEF tersebut, Nur Mahmudi disuguhi hidangan berupa buah-buahan. Dia pun menikmati jambu air merah yang banyak tumbuh di kawasan Depok dan sekitarnya.
“Bagus, bagus, ini buah banyak vitaminnya,” ujarnya kepada Hidayatullah.com seusai acara.
Saat diskusi bersama Pelaksana Tugas Lurah Kalimulya Dike Sudrajat, Nursyamsa Hadis, dan Iwan Ruswanda di kantor PPH, panitia juga menyuguhkan hidangan buah lokal. Semisal jagung rebus, ubi rebus, kacang rebus dan jambu air merah.
Tanpa sungkan, Nur Mahmudi menyantap ubi rebus merah dan jambu air merah di atas meja. Sementara kue basah dibiarkannya saja tergeletak. Dia menganggap tepung sebagai bahan dasar kue tersebut diimpor dari luar negeri.
Diberitakan sebelumnya, Nur Mahmudi menolak menikmati sejumlah hidangan dalam acara diskusi di Jakarta Timur beberapa waktu lalu. Hidangan tersebut dianggap olehnya produk-produk impor.*