Hidayatullah.com–Paradigma dakwah seorang dai harus tuntas sebelum turun ke gelanggang. Yaitu keyakinan bahwa panggilan dakwah lebih menarik daripada panggilan duit. Hal ini berlaku pula bagi mahasiswa LIPIA Jakarta sebagai calon dai.
Demikian salah satu intisari tausiyah Ustadz Naspi Arsyad, Lc, pengurus inti Pimpinan Pusat (PP) Hidayatullah, dalam acara silaturahim dengan mahasiswa Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) di Masjid Ummul Quraa, Kalimulya, Depok, Jawa Barat, Ahad, 13 Muharram 1435 H (17/11/2013) sore.
Kepada para calon dai yang tergabung dalam Mahasiswa Hidayatullah LIPIA Jakarta (el-MAHALLI) tersebut, Naspi berharap mereka sejak dini mempersiapkan diri untuk mengemban tugas dakwah.
“Kalau paradigma belum tuntas, akan menyesal itu (berdakwah). Bagi orang Hidayatullah, apa gunanya uang ratusan juta jika itu menghalangi untuk berdakwah,” ujar alumnus Universitas Islam Madinah (UIM) ini.
Menurutnya, seorang mujahid dakwah sepatutnya tidak memandang materi sebagai sesuatu yang indah. Justru dakwah lebih indah dari itu.
“Kalau (paradigma) kita sendiri tidak tuntas, bagaimana menuntaskan orang lain?!” imbuhnya.
“Tidak akan ada orang yang dirugikan oleh Allah pada saat Allah mendapati dirinya (dai. Red) mengurusi agama Allah,” lanjut Ketua Departemen Luar Negeri PP Hidayatullah ini.
Menghitung dengan Iman
Naspi pun berbagi pengalamannya selama ini. Dia mengungkap, penghasilannya sebagai seorang pengurus pesantren di Depok sudah habis di tiap awal-awal bulan. Namun kenyataannya, dia dan rekan-rekannya di pesantren tetap eksis hingga saat ini.
Saat masih di Gunung Tembak Balikpapan pun, tuturnya, dia pernah mendapat natura Rp 450 ribu per bulan. Walau segitu, dia bisa terbang ke Jakarta biasanya sekali sebulan.
Seringnya dia bolak-balik Jakarta-Balikpapan PP, lanjutnya, membuat kawan-kawan Naspi di luar pesantren heran. Mereka tidak percaya jika dia hanya mendapat natura bulanan tak sampai setengah juta rupiah.
“Jangan menghitung dengan otak, tapi dengan iman. Orang beriman itu apa yang di tangannya tidak dilihat seperti itu, karena apa yang ada di tangan Allah lebih besar,” jelas mantan Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Syariah (STIS) Hidayatullah Balikpapan, Kalimantan Timur ini.
Pada kesempatan itu Naspi juga menyampaikan harapan besar umat kepada belasan anggota el-MAHALLI yang hadir. Mereka telah dinanti perannya di berbagai daerah se-Indonesia yang masih kekurangan dai yang berkompetensi seperti alumnus LIPIA.
Mereka juga diimbau untuk mulai membiasakan diri ceramah, karena seorang akademis tak cukup memiliki ilmu. Namun juga harus memiliki kecakapan menyampaikan ilmu yang dimiliki kepada umat.
“Kekurangan yang ada bisa dijadikan sebagai tantangan, bahwa di situlah jihadnya kalian. Dakwah itu dibutuhkan pada saat terjadinya ketidakstabilan. Ketika ada keterbatasan di Hidayatullah, jadikan itu asbab (sebab. Red) bagi kita untuk melakukan dakwah,” pungkasnya.*