Hidayatullah.com–Di tengah sebagian besar masyarakat Indonesia menghadapi musibah banjir seperti terjadi di DKI Jakarta, Manado, dan lainnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sibuk mengurus peluncuran bukunya. Sejumlah pihak menilai tindakan tersebut menunjukkan tiadanya empati terhadap korban.
“Seharusnya beliau peka dengan musibah ini. Peluncuran buku hal biasa sebetulnya, tapi di tengah situasi seperti ini, itu jadinya terkesan beliau tidak cukup peka,” kata Ketua Badan Pengurus SETARA Institute Hendardi dalam perbincangan dengan Hidayatullah.com, Senin (20/01/2014).
Buku kumpulan tulisan SBY itu memiliki tebal 824 halaman dengan Subjudul ‘Untuk Pecinta Demokrasi dan Para Pemimpin Indonesia Mendatang’.
“Kita sudah bisa tahu siapa sosoknya dengan melihat ulah politiknya, itu sudah cukup,” kata Hendardi.
“Masalah buku, yang gak suka nggak usah baca. Yang suka, silakan baca,” tuturnya, saat ditanya pandangannya soal sejumlah pihak yang mengatakan konten buku SBY tersebut lebih banyak pencitraan.
Senada dengan itu, pengamat politik Boni Hargens menilai buku SBY tersebut sebagai bentuk arogansi.
“Buku itu arogan banget. Buku itu bukti arogansi SBY, dia menulis sub judul ‘Untuk Presiden berikutnya’. Itu arogansi besar,” ujar Boni di Galeri Cafe, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (19/1/2014) kemarin dikutip Metrotvnews.
“Apa keberhasilan SBY dalam 10 tahun terakhir? Enggak ada. Dan saya rasa sepuluh tahun ini hanya tahun-tahun kebohongan,” tegas dia.
Boni menyebut satu-satunya keberhasilan SBY adalah memanipulasi masyarakat dengan pencitraan politik yang luar biasa. “Terkait buku itu, SBY nggak tau diri,” tegas Boni.
Seperti diketahui, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono baru saja meluncurkan buku berjudul “Selalu Ada Pilihan” pada Jumat (17/1) lalu di Jakarta Convention Center. Buku itu memiliki tebal 824 halaman dengan Subjudul ‘Untuk Pecinta Demokrasi dan Para Pemimpin Indonesia Mendatang’.
Namun SBY membantah bukunya itu sebagai bentuk arogansi dan kesombongan. Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi Politik Daniel Sparringa menyatakan, tidak ada sedikit pun kesombongan dalam buku tersebut sebagaimana dituduhkan banyak pihak.
“Buku itu ditulis dengan niat baik dan sikap rendah hati. Tidak ada kesombongan sebagaimana disangkakan,” kata Daniel seperti dikutip presidenri.go.id, Senin (20/1/2014).
Menurutnya, buku ‘Selalu Ada Pilihan’ juga jauh dari kehendak untuk mendapatkan manfaat politik dari yang ditulis dalam setiap halamannya.
“Tidak ada yang hendak dimenangkan atau dikalahkan. Buku ini disusun oleh seseorang yang mencintai buku dan menghormati pengetahuan, lebih dari segalanya,” ujar pakar sosiologi dari Universitas Airlangga, Surabaya itu.
“Isinya pun tidak dimaksudkan menjadi menara gading, berdiri di atas semua kebenaran yang mungkin dimiliki oleh orang lain. Buku ini menawarkan penglihatan seorang SBY terhadap hidup yang ia jalani. Isinya menyanding, kadang membanding, bukan menanding,” jelas Daniel.
Dia berpendapat, mereka yang membaca buku SBY tetap boleh membawa penafsiran pembacanya.*