Hidayatullah.com-Barat yang sekular sering menganggap sains itu netral Padahal sesungguhnya yang dimaksud adalah sains yang bebas dari agama.
“Jika dikatakan sains itu netral sebetulnya yang dimaksudkan adalah netral dari agama tapi tidak netral dari nilai kebudayaan lain,” tegas Dr. Budi Handrianto, peneliti Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS) bidang Sains Islam.
Barat menolak campur tangan agama dalam sains, karena terang Budi, Barat pernah mengalami trauma dengan agama pada era kegelapan sejarah peradaban Barat.
Ia menerangkan sesungguhnya sains itu tidak netral.
“Yang tidak netral adalah pendekatan kita pada sains,” tambahnya dalam kajian bertajuk “Sains Islam: Antara Peluang dan Tantangan”. kajian di Universitas Brawijaya Malang, Ahad (11/05/2014) kemarin.
Dalam acara yang diadakan oleh Islamic Thought and Civilization Institute (ITCON) dan ITJ Chapter Malang ini, Budi yang menulis buku “Islamisasi Sains sebuah Upaya Mengislamkan Sains Barat Modern” (al-Kautsar; 2010) mengkritik orang yang kontra islamisasi sains.
“Mereka salah faham membedakan antara sains dan teknologi. Kita harus membedakan antara sains dengan teknologi. Teknologi tidak ada masalah. Dari manapun. Yang kita persoalkan adalah penafsiran kita terhadap sains.”
Karena itu, menurutnya, ide islamisasi adalah wacana yang harus disambut positif.
“Dalam menyerap sains, ada yang diserap ada yang dibuang. Jika diserap semua akan menjadi panyakit. Seperti orang makan jika tidak dikeluarkan kotoran jadi penyakit,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Program Doktor Universitas Ibnu Khaldun (UIKA) Bogor, Dr. Adian Husaini mengingatkan kesalahan pendidikan di Indonesia saat ini.
“Kesalahan pendidikan kita saat ini adalah, sekolah dan kerja hanya untuk cari kerja, bukan cari ilmu”, ujar Adian. Ia menyebut problem tersebut dengan istilah ‘sekolaisme’.
“Sekarang ada ‘penyakit’ baru yaitu ‘sekolaisme’. Yakni menganggap mencari ilmu itu hanya di sekolah saja. Ini salah. Jika sudah meraih gelar, sudah selesai cari ilmu. Padahal di luar sekolah itu juga sangat penting”, lanjut Adian dihadapan dua ratus lebih mahasiswa.
Akibat dari paradigma itu, terang Adian, niat pelajar mengejar materi dalam sekolah.*