Hidayatullah.com—Indonesian memiliki penduduk sekitar 250 juta jiwa dan Muslim terbesar di dunia, karena tak layak lembaga manapun mempersulit umat Islam.
dengan Negara terbesar keempat di dunia. Melihat hal ini, Teguh, salah satu timses Prabowo-Hatta, menilai potensi yang begitu besar. Sehingga Indonesia tidak butuh “intervensi” asing di dalam menentukan keberhasilan sendiri.
“Saya (kami) bisa mengurus negara, tidak butuh asing di dalam membantu,” ucapnya saat memaparkan visi dan misi mereka dalam pengajian bulanan Muhammadiyah di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Jumat (06/06/2014) malam lalu.
Mantan wartawan stasiun media swasta ini pun mengatakan, jika ada di antara sekelompok kelompok, golongan, atau partai yang mengganggu muslim, mempersempit ruang geraknya, dan menginteli, dia sendiri yang akan melawan dan menghadapinya.
Ia menilai perilaku tersebut tidak pantas dilakukan mengingat Islam telah banyak berjasa untuk Indonesia. Dan sesungguhnya, Islam-lah yang memiliki negeri ini. Ia pun tak rela jika umat Islam selalu ‘dikambing hitamkan.
“Jika ada yang menginteli masjid, saya akan melawan. Sebab, umat Islamlah pemilik negeri ini,” tegasnya di hadapan jamaah.”
Di samping itu, lulusan IPB ini bercerita mengapa ia lebih memilih Prabowo-Hatta. Ia menilai sosok Prabowo sangat peduli dengan ulama dan umat Islam. Hal ini seperti yang ia alami saat tahun 98’. Dimana Prabowo selaku Danjen Kopasus mengadakan pengajian khusus dan mengundang ribuan orang. Diantaranya KH Hasan Bashri, KH Cholil Ridwan, Dr Jimly Assidiqie, dan Dr Din Syamsudin.
“23 Januari tahun 1998 pengajian Kopasus itu dihadiri 3000 orang,” sampainya.
Menurutnya, kejadian seperti ini bahkan tidak pernah dipikirkan oleh petinggi-petinggi militer lainnya kala itu.
Sebelum ini, wacana menginteli khotib dan masjid datang dari kubu PDI-P dan anggota Tim Sukses (Timses) Jokowi-JK. Eva Kusuma Sundari dari PDI-P di sebua media mengatakan kader partai yang Muslim diminta untuk melakukan aksi intelijen terhadap masjid-masjid.
Pihaknya melakukan pengawasan terhadap masjid-masjid, karena dikhawatirkan menjadi tempat terjadinya kampanye hitam. Gagasan ini akhirnya ditentang umat Islam.*