Hidayatullah.com– Kabar soal “kebohongan pembantaian etnis Rohingya di Myanmar” bertolak belakang dengan pengakuan para pengungsi Rohingya di Aceh. Berdasarkan peliputan hidayatullah.com hampir dua pekan belakangan ini, terungkap banyak fakta soal pembantaian itu.
Misalnya diungkap Khairul Lamin, 30 tahun. Ia mengaku terpaksa meninggalkan istrinya di Myanmar untuk menghindari penindasan umat Buddha. Selama 3 bulan ia pun terombang-ambing di lautan demi mencari selamat.
“Islam tak boleh di (Myanmar) sana. (Umat Islam) ditembak mati oleh Buddha Myanmar,” ujarnya berbahasa Melayu kepada media ini di pengungsian Birem Bayeun, Aceh Timur, Ahad (24/05/2015).
Muslimin Rohingya lain di pengungsian Kuala Langsa, Kota Langsa, memperkuat pengakuan Lamin. Seseorang yang dituakan di pengungsian ini, Abdurrasyid (48), menuturkan, rumah dan ibunya telah dibakar oleh umat Buddha.
“Orang-orang Buddha dan para polisi sudah membakar rumah dan kampung kami. Orang kampung sana tak boleh masuk kampung sini, orang kampung sini tak boleh masuk kampung sana. Mereka ditangkapi oleh polisi dan orang-orang Buddha,” ungkapnya kepada hidayatullah.com, Sabtu (23/05).
Umat Buddha itu, kata pria 7 anak ini, memotong janggut dan kepala-kepala Muslimin Rohingya. Mereka ditangkapi oleh para penindas itu di jalanan walau tak bersalah.
Rasyid mengaku pernah tinggal selama 7 tahun di Malaysia. Sekitar 8 bulan lalu ia kembali ke Myanmar. Namun di sana ia ditahan polisi, hingga kemudian berhasil melarikan diri.
Luka Membekas
Nur Hasan (22) juga bernasib menyedihkan. Ia mengalami luka di kepalanya akibat bacokan senjata tajam orang Buddha. Saat memperlihatkannya kepada media ini, tampak luka Nur Hasan di bagian atas kepalanya. Luka dua sayatan berbentuk V itu berdiameter sekitar 2-3 cm, masih belum sembuh sepenuhnya.
Kata Rasyid kepada hidayatullah.com, “Masih banyak lagi di pengungsian ini yang punya bekas luka. Banyak!” Termasuk seorang Rohingya yang luka di dekat pinggangnya tampak masih diperban.
Khairul Bashor (27), bujang yang juga pengajar di Myanmar ini mengaku, umat Islam di negaranya dibunuhi sepanjang siang-malam.
“Banyak ancaman dari kafir Burma. Mereka melarang orang Islam beribadah, anak-anak dilarang belajar,” ujarnya dalam bahasa Arab, Sabtu sore, melalui seorang penerjemah.
Di kalangan Muslimah Rohingya pun demikian. Misalnya Arfah, wanita kelahiran 1995 ini mengalami luka dipunggungnya setelah dipukul pakai kayu oleh Buddha Myanmar.
“Sekarang (luka itu) masih terasa sakit,” ujarnya dalam bahasa ibunya seperti diterjemahkan Bashor.
Para pengungsi Rohingya korban penindasan itu tak hapal tanggal kejadian yang menimpanya masing-masing.
Badan PBB Urusan Pengungsi (UNCHR) menyatakan, pengungsi Rohingya merupakan kaum tertindas di negaranya yang harus ditolong dunia internasional. [Baca: Staf UNHCR: Pengungsi Rohingya Dilindungi secara Internasional] Lembaga kemanusiaan internasional asal Turki, IHH, mengaku telah menemukan sejumlah fakta kebenaran penindasan itu.*