Hidayatullah.com–Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai kasus adopsi illegal, seperti peristiwa meninggalnya Angeline, menjadi pintu masuk kejahatan perdagangan manusia.
Ironisnya, mereka yang terlibat dalam kejahatan ini merasa tidak bersalah, padahal kejahatan perdagangan manusia ini bisa berakhir dengan kematian korban.
“Kita bisa melihat kasus Angeline adalah contoh betapa jahatnya pelaku perdagangan manusia. Sayangnya, banyak orang-orang yang hidup dengan hal itu dan mereka menikmatinya, tidak merasa dieksploitasi,” ujar Sekretari KPAI Erlinda saat menjadi pembicara dalam Forum Diskusi Bersama mengenai Perdagangan Manusia, di Gedung KPAI Jakarta, Selasa (16/06/2015).
Erlinda menambahkan, secara faktual kejahatan ini sudah melibatkan semua lapisan masyarakat. Penyebabnya selalu berkaitan dengan kemiskinan dan pendidikan rendah.
“Bahkan, berdasarkan temuan kami, ternyata ada pelajar yang sudah berprofesi sebagai mucikari,” jelasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua KPAI Budiharjo mengungkapkan kasus perdagangan manusia ada karena pengaruh globalisasi, dan sulit untuk dihindari. Namun, bisa diatasi dengan menggandeng berbagai pihak untuk bersama-sama melawan kejahatan ini.
“Problemnya kita tidak punya data akurat yang menjadi satu kesatuan utuh. Dan, dia menjadi dasar untuk melahirkan keputusan bersama,” ujarnya.
Menurutnya, dengan adanya data yang bisa dipertanggungjawabkan, maka penanganan kasus perdagangan manusia bisa lebih baik. Selama ini, data yang ada bersifat estimatif dan dilakukan oleh banyak lembaga, baik Kementerian ataupun LSM.
Mengenai data ini juga disinggung oleh Peneliti Universitas Indonesia Evida Kartini. Menurutnya, tidak ada lembaga koordinasi yang secara faktual mengeluarkan data resmi tentang human traficking ini.
“Seharusnya ada lembaga khusus yang mengordinasi kasus perdagangan manusia secara komprehensif. Kita perlu data yang online dan real time sebenarnya, terkait sebaran trafiking anak ini ada dimana, dan karakteristik wilayah seperti apa,” jelasnya.
Selain data, Evida menjelaskan mengenai adanya pola baru kejahatan perdagangan manusia di daerah perbatasan. Dia mengungkapkan di Kalimantan ada kebiasaan pelajar yang setiap Jumat menyebrang ke Malaysia. Mereka dipekerjakan sebagai PSK di negara tetangga.
“Kondisi ini diketahui oleh keluarga mereka, dan pada hari Minggu mereka pulang ke rumah. Ini menjadi sindikat jenis baru. Ada peran keluarga yang mengetahui hal ini. Perpindahan dan eksploitasi ada tapi tidak dijauhkan dari keluarga,” ungkapnya.*