Hidayatullah.com–Pemerintah Myanmar menilai etnis Rohingya masuk ke Myanmar setelah kemerdekaan negara tersebut pada 1948. Etnis Rohingya dianggap pendatang ilegal dari Bangladesh yang tidak berhak tinggal di Myanmar.
Anggapan Pemerintah Myanmar itu dibantah pengamat dunia Islam, Agus Hasan Bashori. Agus mengungkapkan, Muslim etnis Rohingya sejak berabad-abad yang lalu telah tinggal di Burma alias Myanmar.
Ini dibuktikan dengan keberadaan masjid-masjid tua yang berada di Arakan (sekarang Rakhine). Seperti Masjid Badae Maqam, Masjid Sendi Khan (berumur 560 tahun), Masjid Diwan Moosa (dibangun 1258 Masehi), dan Masjid Wali Khan (dibangun abad ke 15 Masehi).
“Etnis Rohingya ini adalah bangsa tersendiri yang terdiri dari penduduk asli, unsur Arab, Bangladesh, Persia, dan Magribi yang sudah terbentuk sejak 1300 tahun yang lalu. Mereka tinggal di Arakan (Kerajaan Islam Arakan) yang terpisah dari Burma,” ungkap Agus kepada hidayatullah.com baru-baru ini di Bekasi, Jawa Barat.
Kemudian, jelas Agus, pada tahun 1784 Masehi, Kerajaan Islam Arakan diserbu oleh tentara Burma yang berjumlah 200 ribu orang. Sejak saat itulah Arakan dimasukan ke dalam wilayah Burma yang mayoritas Buddha. Maka jadilah Muslim Rohingya minoritas.
“Kemudian datanglah penjajah Inggris yang ingin menguasai Burma dan negara-negara sekitar. Orang Inggris ini ternyata takut dengan semangat perlawanan Muslim Rohingya. Maka Muslim Rohingya ini dibantai oleh Inggris melalui tangan Buddha. Inggris membentuk kebencian dan permusuhan Buddha kepada Muslim Rohingya,” kata Agus yang juga penulis buku ‘Rohingya Bangsa yang Terjajah; Sejarah Tragedi Kemanusiaan Terburuk di Dunia’.*