Hidayatullah.com–Dengan dikabulkannya gugatan terhadap UU Perkawinan No.1 Tahun 1974 oleh Mahkamah Konstitusi nampaknya akan dijadikan momentoleh kelompok tertentu untuk melangkah lebih jauh.
Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali mengendus adanya gerakan dari sekelompok orang tertentu yang ingin mengubah UU Perkawinan. Lebih jauh kelompok tersebut menginginkan pelegalan pernikahan sesama jenis di antara mereka.
Pernyataan ini diungkapkan Suryadharma usai memberi sambutan dalam Mukerwil II dan Silaturahmi Ulama PPP Jabar di Hotel Panghegar,Kota Bandung, Selasa malam (10/4/2012) kemarin.
“Ada keinginan untuk mengubah UU Perkawinan oleh kelompok tertentu dan lembaga lain, termasuk dari kaum gay dan lesbian,” ujarnya.
Menurut Menag, kelompok gay dan lesbian menilai UU Perkawinan yang berlaku di Indonesia dianggap diskriminatif karena hanya mengatur pernikahan beda jenis.
Sementara kaum gay dan lebian merasa tidak diwadahi untuk menikah yang diakui negara karena tidak diatur dalam UU Perkawinan yang telah ada.
Gerakan tersebut, sambung Menag, menginginkan pelegalan pernikahan perempuan dengan perempuan dan laki-laki dengan laki-laki seperti yang telah diakui dibeberapa negara Barat. Sehingga jika negara tidak mengakui perwakinan mereka, negara dianggap masih diskriminatif terhadap warga negaranya.
“Selama belum ada UU yang mengakui mereka berarti menghalangi perkawinan antara perempuan dengan perempuan dan laki-laki dengan laki-laki,karena seperti itu idealisme yang mereka perjuangkan,” jelas Suryadharma.
Guna mengantisipasi gerakan tersebut semakin kuat, Suryadharma mengaku sudah menyampaikannya pada para ulama. Menag sendiri berharap para ulama dapat menyamakan persepsi tentang pernikahan sesama jenis,sehingga umat tidak bingung soal status hukumnya.Serta menghimbau khususnya umat Islam untuk mewaspadai gerakan kelompok tersebut yang mencoba mencari dukungan kepada kelompok atau lembaga tertentu.
Seperti diketahui, belum lama ini Rancangan Undang-undang Keadilan dan Kesetaraan Gender (RUU KKG) semat dibahas secara terbuka di DPR yang akhirnya melahirka sikap penolakan kalangan Muslim.*