Hidayatullah.com– Salah satu institusi yang paling efektif di dalam menyebarkan sikap-sikap keberagaman yang anti toleransi (intoleran) serta kebhinekaan itu adalah sekolah.
Demikian dikatakan Presiden Penerbit Mizan Group dalam acara diskusi publik dan peluncuran buku “Fikih Kebhinekaan” di Aula Gedung Dakwah Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Jalan Menteng, Jakarta, Kamis (21/08/2015).
“Saya kebetulan terlibat di dunia pendidikan sudah 20 tahun lebih sejak TK sampai SMA bahkan Perguruan Tinggi, saya mendapati salah satu institusi yang paling efektif di dalam menyebarkan sikap-sikap keberagaman yang anti toleransi dan kebhinekaan itu di sekolah,” ungkap Haidar.
Jadi, menurut Haidar, sekolah yang seharusnya membuat orang terbuka pikirannya, menjadi toleran dan beradab, justru pelajaran-pelajaran seperti agama di sekolah sebagian besar menjadi medium anti toleransi.
“Saya tentu tidak tahu untuk sekolah-sekolah di Muhammadiyah tetapi saya kira kita patut waspada,” tegas Haidar.
Haidar memberikan contoh sebagaimana di sekolah yang dia dirikan, sejak awal, sekolah sudah mentraining para gurunya termasuk guru agama untuk menghormati semua agama maupun kelompok lain. Bahkan, akunya, sekolah miliknya termasuk lembaga pendidikan yang terbuka bagi masyarakat dari semua agama manapun.
“Tetapi, meskipun begitu masih ada komplain dari orangtua, ketika anak pulang terus bilang pada ayahnya, itu Kristen, ini Hindu, ini Budha, seolah-olah dengan menggunakan nada yang melecehkan,” tandas Haidar.
Pernyataan Bermasalah
Sementara itu, Direktur Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS), Dr. Hamid Fahmy Zarkasi menilai jika menggunakan cara berpikirnya seperti itu, berarti penanaman agama di sekolah-sekolah tidak perlu diarahkan untuk menuju keyakinan agama yang mutlak. Sebab, jika keyakinan terhadap agama tidak mutlak berarti itu bukan keimanan melainkan keyakinan biasa yang bisa diubah-ubah.
“Semua agama secara teologi tidak ada yang mentolerir agama lain. Artinya supaya kita sadar bahwa secara teologis itu tidak ada agama yang toleran terhadap agama lain,” tegas Gus Hamid kepada hidayatullah.com Jum’at (21/08/2015) menanggapi pernyataan Haidar Bagir mengenai anggapannya bahwa pelajaran agama di sekolah mengajarkan intoleransi. [baca: Gus Hamid: Pernyataan Haidar Soal Toleransi Bermasalah]
Menurut Gus Hamid, demikian ia akrab disapa, apa yang dimaksud toleransi oleh Haidar Bagir itu arahnya dari orang Islam kepada kelompok Syiah.
Menurut Gus Hamid, kalau cara berpikirnya seperti Haidar, itu berarti penanaman agama di sekolah-sekolah tidak perlu diarahkan untuk menuju keyakinan agama yang mutlak. Sebab, lanjutnya, jika keyakinan terhadap agama tidak mutlak berarti itu bukan keimanan melainkan keyakinan biasa yang bisa diubah-ubah.
“Semua agama secara teologi tidak ada yang mentolerir agama lain. Artinya supaya kita sadar bahwa secara teologis itu tidak ada agama yang toleran terhadap agama atau kelompok agama lain,” pungkas Gus Hamid menegaskan.*