Hidayatullah.com- Direktur Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS), Dr. Hamid Fahmy Zarkasi menilai pernyataan yang mengatakan pelajaran agama mengajarkan intoleransi adalah sarat masalah.
Menurut Gus Hamid, demikian ia akrab disapa, jika menggunakan cara berpikirnya seperti itu, berarti penanaman agama di sekolah-sekolah tidak perlu diarahkan untuk menuju keyakinan agama yang mutlak. Sebab, jika keyakinan terhadap agama tidak mutlak berarti itu bukan keimanan melainkan keyakinan biasa yang bisa diubah-ubah.
“Semua agama secara teologi tidak ada yang mentolerir agama lain. Artinya supaya kita sadar bahwa secara teologis itu tidak ada agama yang toleran terhadap agama lain,” tegas Gus Hamid kepada hidayatullah.com Jum’at (21/08/2015)menanggapi pernyataan Haidar Bagir mengenai anggapannya bahwa pelajaran agama di sekolah mengajarkan intoleransi. [baca: Haidar Bagir Anggap Pelajaran Agama Ajarkan Intoleransi]
Gus Hamid mempertanyakan pernyataan Haidar, pertama toleransi seperti apa yang diinginkannya? Kedua, kalau seandainya yang disebut toleransi adalah hubungan sosial antara Islam dengan kelompok atau agama lain, menurutnya, Islam itu sudah mempunyai fikih (aturan) yang tidak perlu dipersoalkan.
“Fikih itu bisa saja ditambahkan dan di dalam kehidupan nyata itu sudah dijalankan, kenapa harus dipersoalkan? Di dalam kehidupan sosial umat Islam itu sudah sangat toleran. Jadi, kalau sudah toleran kenapa harus menganggap pelajaran agama mengajarkan intoleransi?” ujar Gus Hamid.
Menurut Gus Hamid, pernyataan Haidar itu bermasalah dan sangat tidak masuk akal kalau mengatakan bahwa pelajaran-pelajaran agama di sekolah itu mengajarakan intoleransi atau mungkin mengarah kepada terorisme.
“Apa yang dimaksud dengan toleransi menurut Haidar, itu bisa saja ingin dia belokkan ke tujuan tertentu,” cetus Gus Hamid.
Gus Hamid mengatakan jika sekarang Islam dikatakan tidak toleran berarti sejak dahulu Islam tidak toleran terhadap agama atau kelompok lainnya. Padahal, Islam sudah sangat toleran terhadap agama atau kelompok lain.
“Dan toleransi itu sudah berjalan dari dulu, berarti tidak logis jika sekarang dikatakan pelajaran agama di sekolah mengajarkan intoleransi. Saya rasa itu pernyataan yang tidak bertanggungjawab,” pungkas Gus Hamid.*