Hidayatullah.com–Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (RUU-JPH) yang akan mewajibkan sertifikasi halal bagi produk-produk pangan dianggap mendeskreditkan non-muslim. Jalan tengahnya, pihak non-muslim produsen pangan yang tidak halal harus menjamin produknya tidak dipasarkan kepada umat Islam.
Hal itu diutarakan Ketua Komunitas Halal Food, Anton Apriantono, yang juga mantan Menteri Pertanian pada Seminar RUU JPH di Gedung DPR-RI, Rabu, (13/06/2012) kemarin.
Kata Anton, yang bersangkutan harus pastikan produk itu hanya dijual untuk komunitas non-muslim.
“Jika ketahuan produk itu juga dijual ke Muslim dan tanpa keterangan komposisinya, maka bisa dipidana,” kata Anton.
Ucapan senada juga dilontarkan Direktur Lembaga Pengkajian dan Penelitian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI, Lukmanul Hakim. Katanya, jalan tengahnya adalah wajibkan labelisasi. “Jika halal beri label halal, jika haram beri label haram. Itu semangat dari Undang-Undang,” kata Lukman.
Lukman menegaskan, pemerintah dan DPR jangan hanya bahas soal siapa yang berhak sertifikasi halal saja. Harusnya pemerintah fokus sebagai regulator, menjadi pengawas, sosialisasi, dan penegakkan aturan.
Anton dan Lukman menilai pembentukkan badan baru untuk sertifikasi halal juga tidak diperlukan, karena yang sudah ada tinggal dimaksimalkan. Yang dibutuhkan adalah UU yang mewajibkan sertifikasi halal dan penegakkan aturan atau hukumnya.
Lukman menambahkan, peran LPPOM MUI yang sudah 23 tahun melakukan sertifikasi halal memang menggoda untuk diperebutkan karena berurusan dengan produsen-produsen pangan nasional dan multinasional.*