Hidayatullah.com- Ketua Umum Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (Ketum PBNU), Dr Said Aqil Siroj mengatakan bahwa Islam Nusantara dalam kesimpulannya adalah Islam yang mampu melebur dengan budaya, menghargai tradisi dan warisan nenek moyang yang beragam serta tidak bertentangan dengan syariat Islam.
“Seperti minuman keras, hubungan bebas dan makan babi, itu jelas-jelas yang dilarang syariat Islam. Selain itu, semua diterima oleh Wali Songo,” kata Said Aqil dalam Halaqah Kebangsaan bertema “Pancasila Rumah Kita: Perbedaan adalah Rahmat” di Aula Gedung PBNU Lantai 8, Jakarta Pusat, Rabu (26/08/2015).
Sementara itu, kata Said, Islam Nusantara dalam ranah politik sosial akan mengerucut menjadi nilai-nilai Pancasila.
“Pancasila hakikatnya adalah inti sari dari Islam Nusantara,” tegas Said.
Ia mengutip perkataan Wakil Gubernur (Wagub) Jawa Timur, katanya, Sila Pertama dari Pancasila ‘Ketuhanan yang Maha Esa’ itu disebut tahlil ‘Laaillaha Illallah’.
Kedua, Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab itu artinya semua jamaah dari tahlilan makan bersama lalu pulang membawa berkat (bingkisan,red) semua.
Ketiga, Persatuan Indonesia artinya di dalam tahlilan itu jamaah duduk bersama dan seterusnya.
“Walhasil nilai-nilai Pancasila ini ada di dalam tahlilan,” ujar Said.
“Pokoknya yang tahlilan mantap sekali Pancasilanya. Kalau anti tahlilan maka kita ragukan Pancasila-nya,” tuduh Said yang disambut dengan tepuk tangan peserta.
Lebih lanjut lagi, ia mengatakan, Islam Nusantara mewarnai kehidupan warga Nahdhatul Ulama (NU) dalam kehidupan sehari-hari sehingga menurutnya tidak perlu dilakukan pendoktrinan bahwa Islam itu anti terorisme, radikalisme dan lain sebagainya.
Acara ini juga menghadirkan pembicara di luar Islam, seperti; Romo Edi Purwanto dari Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Pendeta Albertus Patty dari Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) dan Biksu Dutawira Mhastavira dari Perwalian Umat Budha Indonesia (Walubi) sebagai pembicara.*