Hidayatullah.com- Presiden menjadi kunci utama dalam menyelesaikan persoalan pelanggaran HAM dalam tragedi Tanjung Priuk 12 September 1984 silam. Sebab, Presiden adalah pemegang kekuasaan yang mengimplementasikan pemenuhan hak keadilan bagi para korban.
Demikian dikatakan salah satu keluarga korban dari tragedi Tanjung Priuk, Muhammad Daud saat konferensi pers (Konpers) di Kantor Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Menteng Jakarta, Sabtu (12/09/2105).
“Presiden harus ingat janji ketika disumpah, yaitu bersumpah untuk memegang teguh Undang-Undang Dasar 1945,“ ujar Daud.
Karena itu, lanjut Daud, Presiden dan Wakil Presiden bisa diberhentikan. Atas usul DPR yang disampaikan kepada MPR dengan mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memaksa dan mengadili, jika Presiden melakukan perbuatan yang melanggar hukum, pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, atau perbuatan tercela lainnya.
Daud menegaskan jika pihaknya bersama keluarga korban tragedi Tanjung Priuk lainnya akan terus menuntut Presiden Jokowi supaya segera melakukan langkah-langkah yang efektif dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat dalam tragedi Tanjung Priok dan sebagainya.
“Kami membuat keputusan atau kebijakan supaya Presiden memberikan pemulihan kepada korban, dan mendorong Jaksa Agung untuk melakukan penyidikan atas peristiwa atau kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang sudah diselediki oleh Komnas HAM,“ cetusnya.
Dalam konpers memperingati tragedi pembantaian terhadap umat Islam oleh militer di era Orde Baru 12 September 1984 silam atau yang dikenal dengan tragedi Tanjung Priok ini, turut hadir beberapa keluarga korban seperti Wanma Yeti, Beni Biki, dan Saiful.
Konpers bertema “Menggugat Janji Palsu Presiden Jokowi-JK Tuntaskan Kasus Tanjung Priok dan Pelanggaran HAM Berat Lainnya” digelar oleh Kontras, bekerjasama dengan Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia dan Ikatan Keluarga Korban Tanjung Priok.*