Hidayatulah.com–Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Indonesia, Hamid Chalid mengatakan, alasan Mendagri menunda pemberhentian Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dianggap oleh sebagian besar kalangan ahli hukum sebagai “akrobat” dari pemerintah yang sedang berusaha menarik ulur ketentuan pemberhentian sementara yang diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah agar sebisa mungkin menguntungkan Ahok.
“Sebab apa yang dilontarkan oleh Mendagri itu jelas-jelas menyimpang dari ketentuan pemberhentian sementara Kepala Daerah yang diatur dalam UU Pemda,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (13/02/2017).
Ahli-ahli pada Sidang ke-10 Kuatkan Dakwaan Ahok Nista Agama
Hamid menilai, tampak nyata bahwa kelompok penguasa yang berada di balik dukungan pencalonan Ahok sebagai Gubernur DKI sedang berusaha mengulur waktu (buying time) mengingat Pilkada akan digelar hanya dalam beberapa hari ke depan.
Padahal, Hamid menegaskan, Peraturan perundang-undangan yang mengatur ini urusan tersebut sangat jelas, tidak multitafsir, dan tidak ada ketentuan perundang-undangan lain yang dapat dipertentangkan dengannya.
Ia menjelaskan, menurut ketentuan Pasal 83 ayat (1) UU Pemda, Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah diberhentikan sementara dari jabatannya manakala yang bersangkutan menjadi terdakwa dalam kasus pidana yang diancam dengan hukuman (paling kurang/minimal) 5 tahun penjara.
Sementara itu, ayat (2)-nya menyatakan bahwa pemberhentian sementara itu didasarkan pada bukti register perkara di pengadilan.
“Sedangkan ayat berikutnya mengatur bahwa pemberhentian sementara terhadap Gubernur dan Wakil Gubernur dilakukan oleh Presiden,” papar Hamid.
Jadi, terangnya, secara materiil, dugaan tindak pidana yang didakwakan kepada Ahok sudah memenuhi kualifikasi sebagai tindak pidana yang berkonsekuensi pemberhentian sementara karena ancaman pidananya telah memenuhi ketentuan Pasal 83 UU Pemda, yakni pidana 5 tahun penjara.
“Sesuai ketentuan Pasal 83 UU Pemda diatas, maka semestinya Presiden sudah harus memberhentikan sementara Gubernur DKI Jakarta (Ahok) segera setelah yang bersangkutan menjadi terdakwa, yakni sejak berkas perkaranya dilimpahkan oleh Jaksa dan teregistrasi di Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada Desember 2016 yang lalu,” pungkasnya
Sebelumnya, Mendagri Tjahjo Kumolo mengatakan, bahwa pemberhentian sementara terhadap Ahok masih harus menunggu pembacaan tuntutan (requisitoir) dari Jaksa. Jika Jaksa menuntut Ahok dengan tuntutan pidana penjara lima (5) tahun maka barulah yang bersangkutan dapat diberhentikan sementara. Sedangkan apabila tuntutan Jaksa kurang dari 5 (lima) tahun, maka menurut Mendagri, Ahok tidak dapat dikenakan pemberhentian sementara.*