Hidayatullah.com- Koalisi Rakyat Bersatu (KRB) Melawan Kebohongan Industri Rokok menyatakan akan terus meminta DPR sebagai penentu kebijakan supaya tidak membuat regulasi yang melindungi keberadaan industri rokok di Indonesia, seperti Rancangan Undang-Undang (RUU) Kebudayaan dan Pertembakauan.
Pasalnya, industri rokok itu telah banyak melakukan kebohongan kepada masyarakat Indonesia sebagai konsumen rokok yang cukup tinggi di dunia. Selain juga telah dipahami dan diketahui rokok sangat berbahaya bahkan penggunannya bisa menyebabkan kesakitan hingga kematian. [baca: Koalisi Rakyat Bersatu Ungkap Kebohongan Industri Rokok].
Demikian pernyataan disampaikan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjend) KRB Melawan Kebohongan Industri Rokok, Herry Chaerinsyah, SH, MH, dalam diskusi dan konferensi pers (konpers) di Warung Kopi Sruput Jalan Kemang Raya No.88 Jakarta Selatan, Kamis (08/10/2015).
“Bahkan mereka (pelaku industri,red) rokok berani bersumpah dengan melakukan kebohongan dengan mengatakan rokok tidak mengandung zat adiktif,” kata Herry.
Lebih lanjut, kata Herry, KRB Melawan Kebohongan Industri Rokok akan terus melakukan penelitian secara komprehensif tentang industri rokok di Indonesia sebab mereka (pelaku industri rokok,red) tidak pernah patuh terhadap regulasi yang sudah ada bahkan selalu melakukan kebohongan.
“Di sisi lain, pemerintah sendiri juga belum mampu melindungi warganya dari ancaman bahaya rokok. Pemerintah dan DPR yang harus bertanggung jawab atas persoalan rokok ini,” imbuh Direktur Pusat Kajian Kerakyatan Indonesia.
Sementara, moderator Dollaris Riauaty Suhadi menyatakan bahwa secara umum pihak regulator yang bertanggung jawab atas persoalan rokok di Indonesia yaitu semua pemimpin dari presiden, badan legislatif, eksekutif hingga level-level di bawahnya seperti kepala daerah dan seterusnya.
“Dan secara khusus tentu regulator yang bertanggung jawab adalah DPR dan eksekutif,” imbuh Koordiator Koalisi Smoke Free Jakarta ini.
Karena itu, dalam waktu dekat, kata Dollaris, KRB Melawan Kebohongan Industri Rokok akan mendesak DPR sebagai penentu kebijakn untuk membatalkan RUU Pertembakauan, masuknya pasal kretek dalam RUU Kebudayaan serta menaikkan cukai rokok di Indonesia [baca: Pernyataan Kretek Adalah Warisan Budaya Dinilai Keliru].*