Hidayatullah.com- Jurnalistik itu sebuah kejelian dalam memilih fakta, narasumber dan acuan data. Sayangnya, banyak media membuat berita ‘spanyol’ (separuh nyolong) dari beberapa media karena tak mampu membeli copyright. Bahkan ada juga situs media yang beritanya ‘copassus’ (copypaste secara khusus) kemudian dijual.
Demikian istilah anggota Dewan Pers Indonesia, Priambodo RH kepada hidayatullah.com, di Gedung Dewan Pers Indonesia, Jalan Kebon Sirih Jakarta, belum lama ini.
“Itu jelas nggak boleh yang begitu. Buat saya itu media plagiat atau abal-abal,” demikian dikatakannya.
Menyikapi media-media seperti itu, kata Priambodo, Dewan Pers tidak membenarkan adanya media yang seperti itu bahkan tak menganggapnya sebagai sebuah media. Dan kalau ada pendataan tahunan, Dewan Pers tidak akan merekomendasi atau meverifikasi media abal-abal seperti itu.
“Saya amati pelaku-pelaku media seperti itu cukup tangguh, sebab satu media tidak diverifikasi mereka buat media lain dan diajukan lagi ke Dewan Pers. Jika belum diterima, membuat lagi, diajukan lagi, dan begitu seterusnya,” ungkap Priambodo.
Priambodo mengakui dan juga mengungkapkan jika sekarang ini bermunculan situs-situs yang mengatasnamakan Islam namun tidak jelas pengelolanya, bahkan sangat disayangkan justru informasinya mendiskreditkan Islam itu sendiri.
“Mereka ingin survive saja dan mencari-cari, tetapi kalau memang situs itu media jurnalisme nggak apa-apa. Namun, yang jadi masalah jika ternyata mereka punya i’tikad buruk,” kata Priambodo.
Dewan Pers, kata Priambodo, sudah membuat pedoman untuk pemberitaan yang berkaitan dengan agama maupun konflik, apakah situs-situs tersebut telah memenuhi pedoman itu. Kalau belum berarti itu bukan termasuk situs media jurnalistik.
“Situs-situs seperti itu tentu sangat bisa diperkarakan ke ranah hukum. Apalagi bagi situs-situs yang copassus (copypaste khusus), sebab copassus itu sebuah plagiat,” pungkas Priambodo.
Priambodo menambahkan kalau situs-situs yang coppasus atau abal-abal berbuat kesalahan maka, Dewan Pers akan mengarahkan pelapor untuk melaporkannya ke pihak kepolisian sebab situs seperti itu bukan termasuk produk jurnalistik.
Tetapi kalaupun ada situs-situs media yang produknya termasuk jurnalistik kemudian berbuat salah karena kelalaian ataupun lainnya maka Dewan Pers akan memberi advokasi seperti permintaan maaf, denda dan sebagainya.*