Hidayatullah.com- Kepala Humas Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) Jeirry Sumampow menyebutkan bahwa tragedi yang terjadi di Singkil, Aceh memiliki pola yang sama dengan tragedi yang terjadi di Tolikara, pertengah Juli 2015 lalu. Begitu juga pola yang sama digunakan untuk memicu konflik antar agama di Ambon pada 1999.
“Sebetulnya sudah ada solusi yang sedang berjalan tetapi konlfik meledak duluan. Sepertinya ada kelompok masyarakat yang ingin mengganggu toleransi kerukunan beragama. Seharusnya ada tindakan nyata yang dilakukan pemerintah,” kata Jeirry dalam konferensi pers (konpers) di kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Jakarta, Rabu (14/10/2015) sore.
Jeirry pun menyampaikan kekecewaannya kepada pemerintah daerah dan aparat setempat yang dianggap lalai dalam mencegah terjadinya kasus ini. Padahal menurutnya kajadian tersebut bisa diantisipasi karena telah ada serangkaian pembicaraan dalam proses sebelumnya.
Menurut Jeirry, kasus yang terjadi di Singkil seharusnya bisa diantisipasi sebab, katanya sudah ada percakapan dalam proses-proses sebelumnya. Ia menyebutkan bahwa sebelum terjadi kasus Singkil, sudah ada pembicaraan yang disepakati jika pihak gereja diberikan waktu sampai tanggal 19 untuk mengurus perizinan tetapi justru tanggal 13 sudah lebih dulu kasus Singkil terjadi.
“Kami kecewa pada pemerintah dan aparat yang tidak bisa mengantisipasi itu. Negara telah gagal dalam melindungi umat beragama dan melakukan pembiaran. Karena percakapan soal izin rumah ibadah sudah difasilitasi oleh Komnas HAM sejak dua tahun terakhir,” katanya.
Selain itu, dalam kesempatan yang sama Jeirry juga mempertayakan adanya kesamaan kasus-kasus konflik keagamaan yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Jika melihat dari waktu terjadinya yaitu, sama-sama memanfaatkan hari besar keagamaan.
“Pola kasus ini sama dengan Tolikara, menjelang hari besar keagamaan. Kemarin di wilayah Timur (Papua, red), sekarang di wilayah Barat (Aceh, red),” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjend) Komisi Kerukunan Umat Beragama MUI Pusat Dr. Nadjamuddin Ramly, M.Si mengatakan bahwa kasus Singkil berbeda dengan tragedi Tolikara. [baca: MUI: Kasus Singkil Berbeda Dengan Tragedi Tolikara].
Menurutnya, tragedi Tolikara terjadi karena ada pelarangan ibadah bagi umat muslim yang hendak merayakan dan menunaikan shalat Idul Fitri. Sebagaimana diketahui, kebebasan menjalankan ibadah sesuai keyakinan telah diatur dan dilindungi dalam konstitusi negara yaitu Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
“Kasus Tolikara ini terjadi karena aparat tidak bertanggungjawab dalam menegakkan konstitusi negara sehingga salah satu kelompok minoritas di Tolikara yaitu umat Islam menjadi terancam,” ujarnya.*