Hidayatullah.com – Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Rahmat Arifin mengatakan ada dua spirit dalam Undang-Undang dan P3SPS (perilaku pedoman penyiaran dan standar program siaran) yang menjadi pedoman KPI.
“Di sisi lain spiritnya yang jelas demokrasi ya, penghargaan terhadap keberagaman. Akan tetapi, penghargaan atas keberagaman ini harus menimbang juga tata nilai sosial dalam masyarakat,” ujarnya kepada hidayatullah.com di Kantor KPI, Jakarta Pusat, Selasa (01/03/2016).
Rahmat mencontohkan, keberadaan kelompok LGBT di Indonesia masih belum disepakati dan diterima oleh mayoritas agama dan masyarakat. Sehingga tidak bisa orang dengan identitas gender semacam LGBT untuk mempromosikan gaya hidup mereka secara massif di media.
“Kalau membicarakan suatu prestasi mereka misalnya, boleh saja. Tapi kalau kelompok ini mendeklarasikan diri dan kemudian mempromosikan gaya hidup mereka, nah KPI tidak sepakat dengan hal seperti ini,” jelasnya.
“Karena apa, ini nanti akan berhadapan dengan mayoritas yang masih tidak sepakat. Tugas KPI adalah menjaga hal tersebut,” lanjut Rahmat.
Baca: Puluhan Aktivis Pro LGBT Desak KPI Cabut SE Larangan Tanyangan Karakter Banci
Ia juga menghimbau agar kedua kelompok masyarakat yang pro dan kontra ini untuk saling mengedepankan toleransi, agar tidak saling berbenturan.
“Mohon maaf, jika kelompok yang marjinal ini terlalu indimidatif misalnya, ini kan bahaya nanti, malah menimbulkan respon balik yang tidak bagus dari mayoritas yang memang belum sepakat,” paparnya.
“Mereka (LGBT, red) tampil oke, tapi tolong jaga perasaan dan nilai-nilai yang masih dipahami mayoritas masyarakat Indonesia,” pungkas Rahmat.
Sebelumnya puluhan pendukung LGBT yang mengatasnamakan Koalisi Keberagaman Penyiaran Indonesia (KKPI) mendatangi kantor KPI untuk mendesak KPI mencabut surat edaran (SE) tentang larangan menampilkan karakter laki-laki yang kewanitaan, karena dianggap suatu diskriminasi dan membatasi keberagaman.*