Hidayatullah.com– Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S. Pane menyatakan, revisi Undang-undang Terorisme jangan sampai hanya mengarah kepada pemberatan hukuman dan perluasan kewenangan.
“Dimana evaluasinya, payung hukum, dan pengawasan terhadap rehabilitasi, itu sama sekali tidak disentuh,” ujarnya di Gedung Joang 45, Menteng, Jakarta, Rabu (23/03/2016).
Ia mengatakan, dengan ratusan terduga teroris yang tewas sampai saat ini, Densus 88 sudah seperti layaknya aljogo.
Untuk itu, kata Pane, IPW mencatat ada beberapa hal yang perlu dimasukkan atau dibahas dalam revisi UU No.15 tahun 2003 tersebut. Di antaranya soal tindakan preventif.
“Bukan hanya jadi algojo atau mencari jaringan terorisme, tapi lebih jauh dari itu,” terangnya.
Selain itu, juga mencakup soal rehabilitasi. Ia setuju dengan hukuman berat bagi pelaku terorisme. Tapi bagi terduga yang ternyata tidak bersalah menurutnya harus ada tindakan rehabilitasi.
Selanjutnya, kata Pane, masih banyak pelaku terorisme yang bisa merancang aksi dari dalam lembaga pemasyarakatan. Banyak pula yang kembali terlibat atau bahkan berlanjut kepada anak-anaknya.
“Berarti pembinaan yang dilakukan pemerintah gagal. Yang muncul adalah dendam, tidak hanya mereka kembali, tapi anak-anaknya juga terlibat,” paparnya.
Terkait kinerja intelijen, menurutnya, harus diperkuat. Jangan sampai tidak mampu mencegah adanya upaya teror atau memberikan informasi yang merugikan masyarakat.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Terakhir, yang menurut Pane tidak kalah penting, perlu evaluasi terhadap UU saat ini, sebelum mengajukan revisi terhadap UU tersebut.
“Selama hampir 14 tahun UU ini diterapkan, eveluasinya seperti apa. Apakah sudah sesuai dengan harapan masyarakat, atau justru membidik umat Islam. Jangan ujuk-ujuk melakukan revisi, tapi UU yang kemarin belum dievaluasi,” pungkasnya.*