Hidayatullah.com–Menanggapi soal gugatan pasal 284, 285 dan 292 KUHP tentang perzinahan, pemerkosaan, dan LGBT yang dilayangkan oleh para akademisi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa mengatakan, bahwa norma-norma agama tetap harus menjadi basis dari proses untuk membangun solusi kehidupan sosial, kemanusiaan dan kebangsaan.
“Jadi apa yang menjadi referensi di regulasi kehidupan kita, saya rasa referensi agama akan meluruskan berbagai kemungkinan prespektif yang bisa menjadi kontraksi diantara setuju dan tidak setuju,” ujarnya kepada hidayatullah.com di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Selasa (19/07/2016).
Ia menambahkan, jika sejatinya Pancasila, terutama sila pertama, adalah ruh dari proses membangun suatu ekuilibrium.
“Ketika terjadi dinamika-dinamika, maka sebetulnya referensi religiusitas yang itu akan kita jadikan pondasi untuk mencari titik temu,” jelasnya.
Untuk itu, terang Khofifah, pendekatan spiritual menjadi satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dalam sektor apapun.
“Jadi tidak bisa hanya pendekatan rasional. Mau bangun insfastruktur, ekonomi apalagi membangun manusia. Sehingga proses rasionalisasi semata tidak cukup untuk problem pembangunan di sektor apapun,” pungkasnya.
Sebelumnya, Guru Besar IPB Prof. Dr Euis Sunarti dan para akademisi lain menggugat KUHP ke MK. Yakni terkait pasal 284 KUHP tentang makna perzinahan, pasal 285 KUHP tentang pemerkosaan, dan pasal 292 KUHP tentang LGBT.
“Rumusan pengaturannya (pasal-pasal tersebut) sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum dan sosial budaya di Indonesia,” kata Euis.*