Hidayatullah.com–Bekas komandan angkatan udara Turki membantah menjadi pemimpin upaya kudeta militer yang gagal, Jumat pekan lalu.
Jenderal Akin Ozturk dan 26 perwira senior didakwa dengan pengkhianatan dan diperintahkan untuk ditahan oleh pengadilan pada Senin (18/07/2016), seperti dilaporkan kantor berita Turki, Anadolu.
Namun dalam sebuah pernyataan kepada jaksa, sang jenderal menegaskan: “Saya bukan orang yang merencanakan atau memimpin kudeta,” ujarnya dikutip BBC, Selasa (19/07/2016).
Anadolu sebelumnya memberitakan dia mengatakan kepada interogator bahwa ia telah ‘bertindak dengan niat untuk kudeta’.
Sebelumnya diberitakan, Jendral Akin Ozturk, salah satu komandan yang ikut dituduh berkhianat, dikabarkan sempat berdinas di Kedutaan Besar Turki di Tel Aviv, Israel dari mulai 1998 hingga 2000. Dilaporkan pria berusia 64 tahun tersebut usai bekerja sebagai atase militer, ia diangkat menjadi komandan Angkatan Udara (AU) Turki, demikian kutip laman berita Israel Haaretz.com, Senin (18/07/2016) mengutip pejabat Turki.
Jendral Ozturk dikabarkan mengundurkan diri dari jabatannya (sebagai komandan AU) pada 2015, tapi ia tetap berdinas di dalam Dewan Agung Militer Turki.
Pemerintah Presiden Erdogan menyebut kerusuhan yang menewaskan sedikitnya 232 orang dan melukai 1.400 itu didalangi tokoh pendidikan berbasis di AS, Fethullah Gulen dan ‘struktur paralel’, yang menurut Erdogan, dibentuk bekas sekutunya itu untuk menggulingkan pemerintah.
“Saya tidak tahu siapa yang merencanakan atau mengarahkan kudeta itu,” kata Jenderal Ozturk seperti dikutip Anadolu.
“Tapi, menurut pengalaman saya, saya kira gerakan Gulen mengupayakan kudeta ini,” tuturnya kepada jaksa menjelang hadir di pengadilan di Ankara.
“Tapi saya tidak bisa mengatakan siapa dalam angkatan bersenjata yang menggalang dan melaksanakannya. Saya tidak memiliki informasi. Saya telah lama berjuang melawan struktur (bentukan Gulen) ini.”
Sebaliknya, dalam sebuah wawancara dengan BBC hari Senin, Gulen menyebut upaya perebutan kekuasaan itu merupakan ‘pengkhianatan’ dan mendesak pemerintah untuk menunjukkan bukti keterlibatannya, dan menambahkan Turki tidak lagi benar-benar merupakan negara demokrasi.
Akibat kasus ini, Turki menahan, memberhentikandan menskors sekitar 15.200 orang. Sanksi menyangkut tentara, polisi, dan pejabat. Tindakan ini diperluas pada hari Selasa (19/07/2016), mencakup tenaga pengajar, dekan dan media.
Direktorat Pendidikan Tinggi Turki juga telah memerintahkan pengunduran diri lebih dari 1.500 dekan.
Sementara itu, PM Turki Binali Yildirim hari Selasa (19/07/2016), memperingatkan rakyatnya bahwa ia menentang usaha balas dendam atas kudeta yang gagal terhadap pemerintahnya.
“Tidak boleh seorangpun memiliki perasaan ingin membalas dendam. Ini tidak bisa dibenarkan dalam sebuah negara yang diatur hukum,“ ujar PM Turki Binali Yildirim sambil menyerukan semangat persaudaraan menyusul usaha kudeta itu.*