Hidayatullah.com–Sejumlah ulama Jawa Timur yang di pimpin oleh KH. Muhammad Ma’shum Al Bondowosowi hari Selasa bersilahturahim menemui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto mendesak pemerintah tak istimewakan Basuki Tjahaja Purnama yang telilit kasus penistaan agama.
“Saya kira pertemuan ini sangat penting untuk mempengaruhi kebijakan Negara. Oleh karena itu monggo silahkan hal-hal yang disampaikan kepada saya akan saya tampung, saya dengarkan sebagai awal dari pertemuan kita dengan Bapak Presiden,” ujar Wiranto kepada rombongan hari Selasa, 21 Februari 2017 siang di Kantor Kemenkopolhukam di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat dalam pertemuan yang berlangsung dalam suasana hangat dan penuh keakraban.
Hadir dalam pertemuan ini, KH. Muhammad Ma’shum (Bondowoso), KH. Salahuddin Wahid (Jombang), KH. Habib Muchsin Bin Ahmad Al-Atos, KH. Prof. Didin Hafidhuddin, Muhammad Yusus (MUI Jatim), dan Ustad Ahmad Parlaungan.
Mereka menyampaikan situasi merespon kegaduhan nasional yang berlangsung akhir-akhir ini yang dibiarkan akan membawa pada situasi perpecahan bangsa.
Pertemuan dibuka oleh Wiranto dengan menyatakan ini merupakan pertemuan yang penting sebagai awalan untuk bertemu dengan Presiden Joko Widodo.
Baca: Tim Advokasi GNPF Laporkan Upaya ‘Kriminalisasi’ Ulama ke Ombudsman
Usai Wiranto membuka pembicaraan, selanjutnya disambut oleh KH. Muhammad Ma’shum dengan ucapan terima kasih.
“Jadi kami ini sowan untuk madul dan memohon” kata KH. Ma’shum. Pertama ia mengingatkan penegakkan hukum yang berkeadilan. Sebab masyarakat melihat adanya ketidakadilan terkait penegakkan hukum dalam proses hukum Basuki Tjahaja Purnama.
Kiai Ma’shum juga menyampaikan bahwa jika proses hukum Basuki Tjahaja dilakukan secara tegas, maka tidak akan ada keresahan oleh umat Islam yang berimbas pada terjadinya aksi-aksi demonstrasi. Kendati demikian, Kiai Ma’shum juga menekankan bahwa sesungguhnya umat Islam adalah umat yang cinta damai.
Selanjutnya, pemimpin Pesantren Al Islah, Bondowoso ini juga meminta pemerintah tidak melakukan kriminalisasi terhadap ulama dan aktivis Islam.
“Mohon para aktivis, kiai, habaib, dan yang lainnya, yang memperjuangkan penegakkan hukum berkeadilan, jangan dikriminalisasi,” kata KH. Ma’shum.
Menurutnya, dalam situasi seperti ini, menekankan pentingnya penegakkan hukum berkeadilan dapat menjaga kepercayaan rakyat. Jika rakyat sudah tidak percaya pada hukum, maka akan berpotensi sulit mengendalikan emosi rakyat. Selain itu, KH. Ma’shum juga meyakinkan kepada Wiranto gerakan dan aksi yang dilakukan umat Islam tidak ada niat untuk melengserkan Presiden Jokowi.
“Ndak ada niatan untuk melengserkan Pak Jokowi. Sama sekali ndak ada niatan para Kiai itu,” kata KH. Ma’shum.
Baca: Kapolri Diminta Hentikan Praktik Penistaan dan ‘Kriminalisasi’ Ulama oleh Siapapun
Setelah KH. Ma’shum menyampaikan pendapat, KH. Salahuddin Wahid dari Pondok Pesantren Tebuireng-Jombang, atau dikenal dengan Gus Sholah menyambung memberikan sumbangsih pendapat kepada Wiranto.
Gus Sholah bersyukur adanya Wiranto di dalam tubuh pemerintahan yang dengan segala pengalaman di masa lalu, mampu menjadi jembatan komunikasi dan penengah di tengah huru-hara yang terjadi ahir-akhir ini. Gus Sholah juga menyampaikan bahwa saat ini ada wacana mempertentangkan antara Islam dan Indonesia. Menurutnya, jika tidak segera dibenahi, maka perbaikan yang diperlukan tidak membutuhkan waktu yang sebentar.
Wiranto merespon keduanya dengan menceritakan pengalamannya yang pernah menimba ilmu bersama ulama Jawa Timur.
“Negara ini bisa jejeg kalau kita melakukan ajaran Islam dimana dalam Negara itu ada istilahnya dilaksanakannya ilmunya para ulama, lalu bijaksananya para umara, lalu dermawannya para pengusaha, lalu doanya para kaum dhuafa. Nah tatkala antara ulama dan umara ini tidak kompak, maka Negara itu tidak baik,” kata mantan Panglima TNI periode 1998-1999.
Mantan ajudan Pak Harto ini juga menceritakan pengalaman tahun 1998 ketika menjadi Panglima TNI. Jika Pemerintah dan rakyat bertikai, hal ini aka nada masalah. Saat ini pertikaian tersebut seperti akan terulang kembali dalam bentuk yang lain.
“Oleh karena itu, tentu hal ini tidak boleh terjadi,” ujar Wiranto.
Baca: Bertemu GNPF, Wiranto Ingin Pemimpin DKI Berakhlakul Karimah
Ia mengakui, saat ini dirinya telah membuka komunikasi kepada para ulama dan tokoh Islam lain, termasuk pada Habib Rizieq Shihab sebagai upaya membendung adanya pertikaian yang dapat berpotensi terjadi antara pemerintah dengan rakyat.
Komunikasi tidak boleh ditutup terutama kepada para ulama yang mampu menenangkan dan meluruskan persepsi pada rakyat.
Wiranto juga menekankan tidak ada Negara di manapun yang ingin mengkriminalisasi rakyatnya. Menariknya, Wiranto mengakui bahwa hukum nasional Indonesia hari ini sedang sakit.
“Memang hukum nasional kita Pak, sementara sedang sakit. Nah ini tugas saya untuk membersihkan itu,” tambahnya.*