Hidayatullah.com– Direktur Aswaja Center Jawa Timur, KH Abdurrahman Navis LC MHI, mengaku kaget mendengar Halaqah Bahtsul Masail kiai-kiai muda di Gerakan Pemuda (GP) Ansor tentang kepemimpinan non-Muslim.
Padahal, apa yang dibahas GP Ansor itu sudah diputuskan dalam Muktamar XXX NU di PP Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, 21-27 November 1999.
“Seharusnya GP Ansor patuh terhadap hasil Muktamar XXX NU di PP Lirboyo. Dimana diputuskan haram hukumnya untuk memilih non-Muslim sebagai pemimpin, kecuali darurat. Sudah ada putusannya, kiai-kiai muda di Ansor tidak perlu mem-bahtsulmasail-kan hukum memilih pemimpin non-Muslim,” ujar Kiai Navis, baru-baru ini dikutip duta.co.
Selasa (14/03/2017) kemarin, penjelasan serupa ditegaskan kepada hidayatullah.com oleh Rais Aam PBNU KH Ma’ruf Amin. Kiai Ma’ruf menegaskan bahwa keputusan tertinggi organisasi NU ada di hasil muktamar.
Baca: Tanggapi GP Ansor, KH Ma’ruf Amin: Muktamar NU di Lirboyo Larang Pilih Pemimpin Kafir
Kiai Navis menjelaskan, kewenangan untuk menggelar Bahtsul Masail itu tidak sembarangan. Di Nahdlatul Ulama (NU), sudah dibentuk namanya LBM (Lembaga Bahtsul Masail), di samping itu ada fatwa jajaran Syuriyah. Ini yang menjadi referensi hukum.
“Nah, kalau kiai-kiai muda di GP Ansor belum paham tentang hukum memilih pemimpin non-Muslim, bisa dikomunikasikan terlebih dahulu ke jajaran syuriyah atau Lembaga Bahtsul Masail. Apalagi soal itu sudah dibahas oleh kiai-kiai di Muktamar XXX NU di Lirboyo,” tambah Wakil Ketua PWNU Jatim ini, Senin (13/03/2017).
Muktamar NU Lirboyo mengeluarkan keputusan sebagaimana terekam dalam keputusan Bahtsul Masa’il al-Diniyah al-Waqi’iyah Muktamar XXX NU di PP Lirboyo, Kediri, Jatim, tertanggal 21-27 Nopember 1999.
Dalam keputusan itu, dijelaskan, bahwa ada sebuah pertanyaan ‘Bagaimana hukum orang Islam menguasakan urusan kenegaraan kepada orang non-Islam?’
Maka diputuskanlah, bahwa, orang Islam tidak boleh atau bahkan dihukumi haram menguasakan urusan kenegaraan kepada orang non-Islam, kecuali dalam keadaan darurat.
Baca: Soal Sikap GP Ansor, PP Al-Anwar I Tegaskan Haram Pemimpin Non-Muslim
Adapun maksud daripada darurat itu, adalah dalam bidang-bidang yang tidak bisa ditangani sendiri oleh orang Islam secara langsung, atau tidak langsung karena faktor kemampuan.
Dalam bidang-bidang yang ada orang Islam berkemampuan untuk menangani, tetapi terdapat indikasi kuat bahwa yang bersangkutan khianat. Sepanjang penguasaan urusan kenegaraan kepada non-Islam itu nyata membawa manfaat.
Bahkan dijelaskan selanjutnya, jikalau terjadi dalam keadaan darurat sehingga dengan terpaksa memilih seorang pemimpin non-Muslim, maka, disyaratkan berasal dari kalangan ahlu dzimmah dan harus ada mekanisme kontrol yang efektif.
“Jadi sudah ada bahasan yang lebih komprehensif dan bersih dari muatan politik. Jadi di NU itu sudah ada tupoksi (tugas pokok dan fungsi)-nya,” jelas Kiai Navis.
Sebelumnya, hasil Bahtsul Masail Kiai Muda PP GP Ansor tentang ‘Kepemimpinan Non-Muslim di Indonesia’, di Aula Iqbal Assegaf, PP GP Ansor, Jakarta Pusat, Ahad (12/3/2017) menyatakan, setiap warga negara bebas menentukan pilihan politiknya dalam memilih pemimpin tanpa latar belakang agama yang dianutnya. Dalam konteks ini, maka seorang Muslim diperbolehkan memilih pemimpin non-Muslim.*