Hidayatullah.com– Referendum Turki yang dimenangkan “yes” menghasilkan keputusan perubahan sistem pemerintahan Turki dari parlementer menjadi presidensial.
Pemerhati Politik Internasional, Arya Sandhiyudha menjelaskan, dengan hasil itu artinya Presiden dapat menunjuk langsung pejabat publik atau menteri dan perdana menteri dihapuskan.
Di konstitusi baru ini, terangnya, presiden dan parlemen bersama-sama memilih 4 dewan agung hakim dan jaksa yang berhak menunjuk serta memecat pejabat.
“Artinya kewenangan pengadilan militer untuk menghukum pejabat, bahkan menghukum mati mantan PM Adnan Menderes pasca kudeta 1960, dicabut,” ujarnya dalam keterangan yang diterima hidayatullah.com Jakarta baru-baru ini.
Baca: Erdogan Menangkan Referundum, Turki Tinggalkan Sistem Parlemen
Kedua, sambung Arya, keadaan status darurat -berdasar situasi dan kondisi- juga dapat diperpanjang dari 3 bulan menjadi 6 bulan atas permintaan presiden ke parlemen.
Ketiga, parlemen Turki baru akan disegarkan karena batas usia minimum diturunkan dari 25 menjadi 18.
“Jumlahnya juga ditambah dari 550 jadi 600,” papar Direktur Eksekutif Madani Center for Development and International Studies (MaCDIS) ini.
Ia melanjutkan, akibat perubahan konstitusi ini pemilu legislatif akan berlangsung lima tahun, bukan empat tahun seperti saat ini. Dan pemilu presiden dilangsungkan bersamaan.
Baca: Ribuan Kaum Perempuan Turki Pro Referendum Dukung Erdogan
Sedangkan parlemen, terangnya, tetap dengan tupoksi regulasi, termasuk revisi dan hapus UU. Serta jika presiden dicurigai melakukan kejahatan, maka parlemen bisa minta investigasi.
Dampak keempat, tandas Arya, presidensial akan memberi peluang berkuasa kepada Presiden Recep Tayyip Erdogan hingga 2029.
“Ini pada dasarnya sama dengan pembatasan 2 periode. Pemilu terdekat November 2019,” pungkasnya.*