Hidayatullah.com– Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI menyampaikan latar belakang terjadinya pertemuan antara GNPF dengan pihak Istana di Jakarta, lewat momentum Hari Raya Idul Fitri 1438 H, Ahad (25/06/2017).
Menurut GNPF, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin ditugaskan oleh Presiden Joko Widodo sebagai penggerak acara halal bihalal, membuka saluran komunikasi dengam Presiden untuk mempertemukan GNPF.
Maka katanya tidak ada jalan tepat bagi GNPF kecuali memanfaatkan momentum tersebut dan berkomunikasi langsung dengan Presiden.
“Setelah Menag berbicara dengan Presiden di (sela-sela shalat Idul Fitri) di Istiqlal dan berkoordinasi dengan Menko Polhukam Wiranto, maka terjadilah pertemuan itu,” jelas Ketua GNPF KH Bachtiar Nasir melalui rilis diterima hidayatullah.com.
Baca: Pertemuan dengan Presiden Jokowi, GNPF Rembugkan Solusi soal “Kriminalisasi” Ulama
Jadi hakikat pertemuan tersebut, terangnya, menyangkut kepentingan kedua belah pihak, bukan semata-mata kepentingan sepihak GNPF yang meminta bertemu.
“Karena ini masalah hukum dan kebangsaan serta ini juga menyangkut negara,” ujar alumni Pondok Pesantren Gontor ini.
Wakil Sekretaris Dewan Pertimbangan MUI ini pun menyampaikan, dari sisi hukum ada kesan bahwa hukum yang diterapkan selama ini terasa tajam kepada umat Islam. Ada beberapa hal yang umat Islam merasa bahwa penegakan hukum yang berjalan saat ini menunjukkan ketidakjelasan.
GNPF juga menyampaikan kepada pihak Istana, ada pemahaman di kalangan umat Islam bahwa terjadi ketidakadilan ekonomi, ketidakadilan hukum, sampai keberpihakan kepada pemodal.
“Kemudian juga soal kebuntuan komunikasi, yang selama ini ternyata ada pihak yang seakan-akan membatasi komunikasi kami dengan kepala negara. Ini sudah kami sampaikan,” ungkap Ustadz Bachtiar, sapaannya.
Baca: Wasekjen MUI: Hukum Jangan Tumpul ke Atas, Tajam ke Bawah
Presiden pun, menurut Bachtiar, menanggapi, dengan mengatakan, seandainya pasca Aksi 411 ada komunikasi langsung, mungkin situasinya tidak seperti ini.
“Dan setelah ini Presiden menunjuk Menko Polhukam untuk memediasi dan berkomunikasi sampai penyelesaian beberapa kasus dan implementasinya,” ujarnya. Yang dimaksud adalah sejumlah proses hukum yang dinilai banyak pihak sebagai bentuk kriminalisasi atas ulama dan aktivis Muslim, termasuk Habib Rizieq Shihab.
Sampai akhir pertemuan, Presiden katanya juga berbicara program keseimbangan dalam sistem perekonomian yang dikuasai konglomerat.
Presiden katanya melakukan perimbangan untuk menguatkan ekonomi umat, lewat 12 juta hektar tanah untuk rakyat.
Selama ini, kata dia, Presiden mengakui bahwa keberpihakan ke Barat sudah kuat, maka dia melakukan penyeimbangan dengan China, Arab Saudi, Kuwait, dan lain-lain. Bahkan hubungan RI-Turki berlangsung dengan baik. Ini semua proses yang butuh waku untuk dilihat hasilnya.
Baca: Dahnil: Banyak Elemen Umat Islam yang Menentang Ketidakadilan Hukum
Inti pertemuan dengan Presiden Jokowi, ungkap Bachtiar, semuanya masih bersifat general. Secara detil nanti akan ditangani oleh Menko Polhukam.
“Presiden buka komunikasi dan memberi saran ke Menko dan Pak Wiranto yang mengimplementasikannya,” ujar pimpinan sejumlah pondok pesantren di bawah naungan AQL Islamic Center ini.
Tentu, menurutnya, presiden adalah simbol negara yang harus dihormati. Karena itu, GNPF berterima kasih bahwa Presiden telah menerima mereka pada kesempatan itu, untuk berkomunikasi langsung dan menerima aspirasi GNPF.*