Hidayatullah.com—Muhammadiyah menyerahkan kasus kriminal dan mengaku tak memperuncing kasus pembakaran tiang Masjid at Taqwa Muhammadiyah Samalanga, Bireuen, Aceh dan tempat pengajian meski sempat diisukan hoax.
“Untuk kemaslahatan umat, tidak perlu diperuncing dengan sikap yang menolak adanya pembakaran masjid,” demikian pernyataan – Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah KH Fathurrahman Kamal Lc MSi Kamal kepada hidayatullah.com, Kamis (26/10/2017).
Ia mengakui, yang dibakar memang bukan masjid yang telah sempurna bangunannya. Namun yang benar adalah pembangunan masjid sedang dalam pengerjaan.
Baca: PP Muhammadiyah Ingatkan Umat Tidak Mudah Menfitnah dan Menuduh
Fakta di lapangan terjadi pembakaran tiang masjid dan balai pengajian. “Balai itu juga yang kebetulan dijadikan sebagai tempat istirahat tukang yang sedang mengerjakan pembangunan masjid,” tutur Kamal.
Meski demikian, Muhammadiyah menyerahkan sepenuhnya kasus pembakaran ini kepada kepolisian untuk diselidiki.
Kamal memandang, ulah pembakaran ini semacam teror dan penyelesaian masalah yang tidak sesuai dengan semangat akhlaqul karimah dan anti dialog.
“Jika memang ada persoalan, dialog, komunikasi dan penegakan hukum adalah solusi terbaik bagi umat ini,” pungkasnya.
Temuan Muhammadiyah menunjukkan, kasus yang terjadi ini akibat adanya ketidaksiapan masyarakat melihat adanya perbedaan masalah furu’iyah. Sehingga munculnya isu dan stigma wahabi kepada kelompok yang dianggap berbeda.
Baca: Muhammadiyah Bireuen Tunda Pembangunan Masjid, Tuntut Proses Hukum
Informasi yang diperoleh Muhammadiyah di lapangan, menunjukkan adanya kesenjangan komunikasi dan adanya salah persepsi tentang hakekat dan jati diri Muhammadiyah hanya karena adanya kemiripan ibadah.
“Ada pihak-pihak tertentu yang menuduh Muhammadiyah sebagai gerakan Wahabi. Kemiripan tertentu secara amaliah antara Muhammadiyah dengan kelompok lain yang tak persis sama dengan mainstream lokal yang ada barangkali dianggap sebagai pembenaran atas isu tersebut,” ujarnya.
Padahal dalam masyarakat yang plural, tak dapat dihindari adanya perbedaan-perbedaan tertentu di internal umat Islam.
Masalahnya, menurut Muhammadiyah, saat ini, isu wahabi dipolitisir. Yang ujungnya, digunakan sebagai amunisi mendiskreditkan kelompok yang dianggap sebagai pesaingnya.
“Sebab digunakan oleh pihak-pihak tertentu sebagai amunisi untuk mendiskreditkan kelompok yang dianggap sebagai rival dan pesaingnya,” ujarnya.*/Andi