Hidayatullah.com–Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Asrorun Niam Sholeh menilai pembayaran uang diyat atau uang darah Satinah, Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Dusun Mrunten, Desa Kalisidi, Kecamatan Ungaran Barat, Semarang, Jawa Tengah yang terancam hukuman pancung sejatinya harus dari pihak keluarga. Tetapi jika kondisi perekonimian keluarga Satinah tidak memungkinkan maka boleh ditanggung oleh pihak lain.
“Secara umum tidak bermasalah, tidak melanggar syariat, jika uang diyat dari urunan masyarakat,” kata Niam kepada hidayatullah.com baru-baru ini.
Hanya saja, Niam meminta kepada masyarakat untuk berfikir proporsional dalam menyikapi kasus Satinah.
Menurut Niam, uang diyat Sutinah yang puluhan miliar rupiah tersebut bukanlah jumlah yang sedikit. Uang tersebut tentu bisa digunakan untuk keperluan prioritas lainnya.
“Kalau pembunuhan yang dilakukan Sutinah ini dalam rangka melawan hukum, vonis hukuman pancung saya kira relevan. Namun jika dalam konteks membunuh karena pembelaan (membela diri), di sinilah kita harus bersikap proporsional (harus kita bela Satinah),” terang Niam.*