Hidayatullah.com– Dalam sidang ke-4 Pengujian Undang-Undang Nomor 1/PNPS/1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama terkait kasus Ahmadiyah di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, kemarin, pembahasan masih bersifat normatif, bisa dibilang belum menyentuh pokok ajaran Ahmadiyah secara khusus.
Pada sidang, Selasa (28/11/2017) itu, pihak pemohon dari Jemaat Ahmadiyah Indonesia mendatangkan pihak terkait dari Komnas Perempuan dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).
Sedangkan pihak terkait yang kontra dengan pengujian itu, yaitu dari Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
“Alhamdulillah untuk persidangan keempat ini kita ada mitra lah Majelis Ulama (Indonesia/MUI) mengirimkan tim advokatnya. Itu pihak terkait kita,” ujar Ketua Bidang Kajian Ghazwul Fikri dan Harakah Haddamah, Pusat Kajian DDII, Teten Romli Qomaruddin, kepada hidayatullah.com melalui sambungan telepon, Rabu (29/11/2017).
Teten menuturkan, suasana sidang kemarin masih datar-datar, lebih banyak mendengarkan keberatan pemohon atas UU Nomor 1/PNPS/1965 tersebut.
“Jadi masih biasa-biasa aja gitu. Naratif aja. Dan alasan-alasan yang dikemukakan pun belum ada yang aneh menurut saya,” ujarnya.
Pihak pemohon dalam penyampaiannya di depan Majelis Hakim MK, kata Teten, tetap masih berkutat dan mengedepankan pada persoalan sosiologi, psikis anggota Ahmadiyah, hak asasi manusia (HAM), dan terkait perlunya revisi UU tersebut.
“Putar-putar situ aja, hehehe….,” imbuhnya lantas tertawa kecil.
Artinya tidak menyinggung substansi ajaran Ahmadiyah?
“Mereka singgung ya. Ketika menyinggung secara konsepsi teologis, justru mereka akan kelihatan lemahnya gitu,” jawab Teten.
Dalam sidang tersebut pihak DDII membawa anak-anak muda untuk mengetahui jalannya sidang. “Karena Ahmadiyah ini makin hari persidangannya makin membawa saksi faktanya makin banyak,” terangnya. Bahkan pada sidang tersebut tidak semua pengunjung bisa masuk karena begitu banyaknya yang datang.
Menurutnya, DDII masih satu-satunya pihak terkait yang mengajukan keberatan atas gugatan terkait kasus Ahmadiyah tersebut. Ia mensyukuri atas kehadiran MUI yang diwakili tim advokatnya berjumlah 6 orang pada sidang kemarin.
Sidang selanjutnya akan digelar pekan depan, Selasa, 7 Desember 2017, dengan agenda mendengarkan saksi ahli dari pihak pemerintah.
DDII pun berharap ormas-ormas Islam lain turut serta memperhatikan dan mengawal proses persidangan uji materi terkait kasus Ahmadiyah tersebut.
“Kita pun menyerukan dari pihak Dewan Dakwah agar Majelis Ormas Islam (MOI) sama-sama mengajukan keberatan itu gitu (atas pengujian UU Nomor 1/PNPS/1965), biar ada semacam tekanan lebih banyak gitu,” seru Teten.*