Hidayatullah.com– Digugatnya pasal 1, 2, dan 3 Undang-Undang Nomor 1 PNPS (Penetapan Presiden) Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama (P3A/Penodaan Agama) oleh jamaah Ahmadiyah Indonesia ke Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta, mendapat tanggapan dari Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Ustadz Muhammad Siddiq.
Menurutnya, gugatan itu tidak tepat. Sebab ajaran Ahmadiyah telah menistakan agama Islam.
Betapa tidak, kata dia, Ahmadiyah mengklaim ada Nabi setelah Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam, dan juga mengklaim punya kitab suci Tadzkirah.
Baca: Sosialisasi SKB 3 Menteri tentang Jemaat Ahmadiyah di NTB
Sementara prinsip dasar agama Islam, terang Siddiq, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam adalah Nabi terakhir dan kitab suci umat Islam adalah al-Qur’an.
Siddiq mengungkap, ajaran Ahmadiyah yang di luar aqidah Islam itu telah menimbulkan keresahan dan kemarahan masyarakat. Karena itu, tuturnya, sejak tahun 1950-an, Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (Pakem) di Kejaksaan Agung melarang kegiatan mereka.
“Mereka jelas menodai agama Islam,” tegasnya sekali lagi kepada hidayatullah.com Jakarta, Selasa (28/11/2017).
Ia menggarisbawahi, yang menyebabkan umat Islam tersinggung dan marah lantaran Ahmadiyah menyebarluaskan ajarannya yang menyerang kehidupan dan ketenteraman agama Islam.
“Umat Islam juga berhak mempertahankan agamanya,” ucap Siddiq membela. Lagipula, tambahnya, pemerintah juga sudah membuat aturan agar Ahmadiyah tak menyiarkan ajarannya.
Baca: Ide Pengosongan Kolom Agama Oleh Mendagri Setelah Bertemu Ahmadiyah, Bahai dan Syiah
Ia setuju dengan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin yang menyatakan melarang ajaran Ahmadiyah disebarluaskan.
Beberapa waktu lalu, dalam sebuah wawancara dengan media Menag Lukman mengatakan, “Terkait dengan Ahmadiyah, yang dilarang adalah penyebarluasan ajaran itu sesuai dengan kesepakatan terakhir.”* Andi