Hidayatullah.com– Al-Qur’an sebagai wahyu, yang merupakan mukjizat bagi umat akhir zaman, dinilai tidak bisa menyatu ke dalam jiwa yang tidak menggunakan satu kekuatan terbesar dari setiap diri insan, yakni konsentrasi.
“Al-Qur’an membutuhkan satu dari kekuatan besar kita, yang bernama konsentrasi,” ujar pegiat parenting Qur’ani Drs Zainuddin Musaddad dalam paparannya pada Seminar Parenting dengan tema “Sukses Dunia dan Akhirat dengan Al-Qur’an” di SD Integral Hidayatullah, Depok, Jawa Barat, Ahad (25/03/2018).
Ayah dan ibu atau keluarga yang ingin sukses menghafal, memahami, mengamalkan, dan merasakan keindahan hidup menjalankan Islam, harus benar-benar konsentrasi kala berinteraksi dengan al-Qur’an.
“Betapa tidak bolehnya nanti, ketika membaca al-Qur’an, kita sambil bermain handphone. Membaca al-Qur’an sambil menerawang hal yang tidak-tidak. Qur’an hanya membutuhkan untuk dia (al-Qur’an) kita lakukan. Maka Al-Qur’an memberi kepada kita,” paparnya.
Terkait bentuk konkret konsentrasi dengan al-Qur’an, ayah enam anak yang semua hafal al-Qur’an ini memberikan contohnya.
“Ketika ibu memakai baju untuk Qur’an, berwudhu untuk Qur’an, dan duduk untuk Qur’an, maka Qur’an menjadi obat. Ketika al-Qur’an itu ‘dipoligami’, ‘diselingkuhi’ dengan hal-hal lain, Qur’an tidak mau, Qur’an tidak mau,” jelasnya.
“Kalau mau baca al-Qur’an, jangan diselingkuhi dengan pekerjaan lain,” imbuhnya memastikan bahwa konsentrasi benar-benar diperlukan.
Zainuddin menekankan, hal tersebut dikarenakan interaksi dengan al-Qur’an memiliki tahapan-tahapan yang jika semua dilalui, seperti dari memahami dan fasih melafalkan huruf-hurufnya, itu sungguh memakan waktu dan energi.
“Ada seorang syeikh yang tidak mau mendengarkan hafalan murid-muridnya, sebelum benar-benar mengerti makhorijul huruf, sifat-sifat huruf, dan tahsin Qur’an dengan baik. Bagi syeikh itu, setiap murid bisa menyelesaikan tingkat dasar itu setidaknya tiga bulan. Maka, tidak boleh kita tidak konsentrasi kala berinteraksi dengan al-Qur’an,” urainya.*