Hidayatullah.com– Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Republik Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (BEM Rema UPI) 2018, Muhammad Fauzan Irvan, menyampaikan pandangannya terkait wacana yang dilontarkan oleh Menteri Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi, Mohamad Nasir, dalam menyikapi isu maraknya “radikalisme” di lingkungan kampus.
Menteri Nasir diketahui menyampaikan sebuah ancang-ancang tindak lanjut akan hal tersebut. Nasir mengungkapkan akan melakukan monitoring kepada para dosen dan mahasiswa menyusul maraknya temuan “radikalisme” di kampus.
Salah satu pengawasan yang akan dilakukan yaitu dengan mendata nomor handphone (HP) dan akun media sosial (medsos) milik dosen dan mahasiswa. Hal ini katanya bertujuan agar mengetahui lalu lintas komunikasi mahasiswa dan dosen itu seperti apa dan dengan siapa. Sebagaimana yang diungkapkannya di Hotel Fairmont, Jakarta, Senin (04/06/2018).
Fauzan selaku Presiden Mahasiswa BEM Rema UPI menyebutkan, mengawasi dan mendata nomor HP dan media sosial mahasiswa dengan dalih mencegah paham “radikalisme” adalah suatu tindakan yang berlebihan, terjangkit trauma persepsi, dan terlalu mencampuri hak privat warga negara.
Baca: ‘Pengawasan’ Medsos Dosen-Mahasiswa, APTISI Minta Kemristekdikti Tak Beralih Peran
Kendati disebutkan bahwa pengawasan tersebut dimaksudkan untuk mewujudkan kampus yang steril, bersih, dan aman dari segala bentuk paham “radikal”, Fauzan menuturkan, cara itu adalah solusi yang dangkal dan jalan buntu dalam mengatasi “radikalisme” di kampus.
Ia secara tegas menolak wacana pengawasan nomor HP dan media sosial mahasiswa tersebut.
Pengawasan itu dinilai mengancam kebebasan berdemokrasi di Indonesia.
“Jelas, hal ini menimbulkan kekhawatiran akan terkekangnya kebebasan berdemokrasi dan berpotensi menghukumi pikiran rakyat,” tegas Fauzan dalam pernyataannya di Bandung diterima hidayatullah.com, Senin (11/06/2018).*