Hidayatullah.com– Kepala Perwakilan (Kaper) Ombudsman RI Aceh Dr Taqwaddin menyatakan, Ombudsman RI Aceh dalam menyelesaikan setiap laporan masyarakat selalu mengacu pada hukum, kepatutan, dan peraturan perundangan.
“Masalah pakaian untuk orang Islam di Aceh sudah tegas diatur dalam Qanun NAD berkaitan Pelaksanaan Syariah Islam,” ujarnya dalam siaran persnya diterima hidayatullah.com, Rabu (12/12/2018).
Ia menjelaskan, Qanun adalah bahagian dari peraturan perundangan yang diakui oleh NKRI. Qanun telah secara tersurat disebutkan baik dalam Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan maupun di dalam UU No 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
“Sehingga, semua kaum Muslimin dan Muslimah di Aceh wajib mengikuti ketentuan qanun tersebut. Tidak perlu memperdebatkan tentang lagi tentang hal ini,” ungkapnya.
Taqwaddin menyatakan, tentang cara berpakaian di Aceh hanya berlaku bagi umat Islam. Bagi non-Muslim tidak berlaku. “Semua turunan China yang non-Muslim tidak diwajibkan mereka harus berpakaian secara Islam,” imbuh dosen Fakultas Hukum Unsyiah ini.
Jadi, jika ada yang melaporkan masalah ini ke Ombudsman RI Aceh, maka pihaknya tentu saja akan mengacu pada Qanun yang merupakan bahagian dari perundangan RI.
“Apalagi Aceh adalah daerah khusus dan daerah istimewa yang diatur dengan undang-undang tersendiri. Salah satu kekhususan Aceh yang ditegaskan dalam UU Pemerintahan Aceh adalah Pelaksanaan Syariah Islam,” terangnya.
Menurutnya, mamahami hak asasi manusia (HAM) jangan hanya dalam perspektif universal, tetapi juga mengkaitkan dengan aspek nasional dan sosio-kultural di Indonesia.
“Negara mengakui dan menghormati daerah-daerah istimewa dan daerah-daerah khusus. Dan, negara harus mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya, begitu pesan konstitusi kita dalam Pasal 18 B ayat (1) dan (2) UUD 1945,” pungkasnya.
Baca:Â Digugat ICJR, Santri Aceh Dukung Pemerintah Terapkan Qanun Jinayat
Pernyataan itu disampaikan Taqwaddin menjawab berita BBC yang menulis bahwa warga Kabupaten Aceh Barat disarankan mengadu ke Ombudsman RI jika merasa dirugikan atas instruksi bupati yang mensyaratkan mereka berpakaian sesuai syariat Islam jika ingin menggunakan pelayanan administrasi.
Menurut Ketua Komnas Perempuan, Azriana, meskipun Aceh diberikan keistimewaan dalam mengatur pemerintahannya sendiri, yakni dengan menjalankan syariat Islam, bukan berarti bisa mengatur tata berbusana masyarakatnya.
Sebab hal itu disebutkan merupakan hak konstitusi seseorang yang tak boleh dibatasi oleh siapa pun.
“Cara berbusana itu kan bagian dari ekspresi dari bagaimana masyarakat meyakini agamanya. Dan regulasi tentang busana, kita sebut itu diskriminasi karena orang dibatasi hak konstitusionalnya,” ujar Azriana kepada BBC News Indonesia, Ahad (09/12/2018).
“Meskipun Aceh menerapkan syariat Islam, itu tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip nondiskriminasi yang ada dalam konstitusi. Kan tidak semua penduduk di Aceh beragama Islam?” kata Azriana.
Baca:Â Ulama Aceh Minta Pemerintah Pusat Jangan Utak-atik Qanun Jinayat
Sebelumnya diberitakan Antara Aceh, Bupati Aceh Barat, Ramli MS meminta seluruh instansi di daerah tersebut tidak melayani pengurusan administrasi kependudukan terhadap masyarakat Muslim yang tidak menggunakan busana secara Islami.
“Kalau ada pejabat atau kepala dinas yang melayani warga Muslim, tapi tidak memakai busana secara Islami, dia akan saya copot dari jabatannya,” katanya di Meulaboh, Jumat (07/12/2018).
Ia menjelaskan kebijakan itu khusus bagi umat Muslim dalam pengurusan e-KTP, Kartu Keluarga (KK), dan berbagai data administrasi lainnya merupakan bagian dari mengoptimalkan penerapan syariat Islam di daerah setempat.
Ia mengatakan saat ini pihaknya sedang giat-giatnya menggencarkan penerapan syariat Islam secara lebih baik dan menyeluruh di masyarakat.
“Setiap pejabat atau kepala dinas maupun aparatur sipil negara perempuan yang bekerja di instansi pemerintah, juga sudah mulai mengenakan pakaian secara Islami yakni tidak berpakaian ketat dan menutup aurat,” jelasnya.
Ia menambahkan, aturan tersebut hanya berlaku bagi masyarakat Muslim di daerah setempat dan tidak berlaku bagi warga non-Muslim yang akan mengurus e-KTP, KK atau pengurusan berbagai administrasi lainnya.
“Bagi non-Muslim, aturan wajib berbusana Muslim ini tidak berlaku, tapi tetap sopan,” lanjutnya.
Ramli mengatakan aturan itu di lingkungan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat, mendapatkan sambutan positif dari masyarakat di wilayah itu.*