Hidayatullah.com– Direktur Eksekutif LPPOM MUI, Lukmanul Hakim mengungkapkan, MUI merasa tersinggung dengan penyusunan Peraturan Pemerintah (PP) yang menjadi turunan UU No. 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH).
Sebabnya, MUI tidak dikasih tahu isi PP tersebut oleh pemerintah. Padahal MUI sudah minta secara tertulis.
“MUI juga sudah mengirim surat keberatan kepada Presiden (Joko Widodo),” ujarnya dalam acara refleksi akhir tahun mengenai sertifikasi halal di Cikini, Jakarta, Selasa (11/12/2018).
Sampai sekarang, PP itu, kata Direktur Indonesia Halal Watch, Ikhsan Abdullah, belum ditandatangani oleh dua kementerian dan satu kementerian koordinator ekonomi. Jadinya mandek di Sekretariat Negara. Sehingga UU JPH yang mewajibkan pelaku usaha melakukan sertifikasi halal belum bisa jalan.
Lukman menegaskan, keputusan hukum halal dan ikutannya dalam UU itu, menjadi otoritas MUI.
Ia menerangkan ada pembagian fungsi antara pemerintah dan MUI dalam sertifikasi halal. Kalau MUI, menjalankan fungsi substantif, seperti mengeluarkan fatwa yang di bawahnya ada kerja auditor, yang secara kelembagaan ada Lembaga Pemeriksa Halal (LPH)-nya.
Sedangkan pemerintah, kata dia, menjalankan fungsi administratif, seperti registrasi auditor dan perusahaan. “Nah ini yang sekarang ini, mohon maaf, Majelis Ulama seperti ditinggalkan,” ujarnya.
Dalam hal ini, kata dia, tidak ada kerja sama atau MoU antara MUI dengan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).
“Dalam rapat pimpinan, Ketua bidang fatwa MUI, menyampaikan, kalau begini caranya, bagaimana UU JPH ini bisa jalan kalau komisi fatwa tidak memfatwakan halal?” tuturnya. “Selesai sudah,” kata Lukman.
Ia menjelaskan, MUI ini sudah bukan lagi kuasi negara. Tapi bagian dari negara. Karena MUI disebut dalam Undang-Undang JPH pasal 10 ayat 2, yang isinya, penetapan fatwa halal dikeluarkan MUI dalam bentuk keputusan penetapan halal produk.* Andi