Hidayatullah.com– Dewan Pertimbangan MUI menyampaikan sejumlah imbauannya terkait Pilpres 2019 yang akan berlangsung sebentar lagi. Wantim MUI antara lain mengimbau agar kedua paslon capres-cawapres menghindari politisasi agama, termasuk lewat isu “khilafah”.
“Sebaiknya kedua kubu Paslon Presiden-Wapres menghindari penggunaan isu keagamaan, seperti penyebutan khilafah, karena itu merupakan bentuk politisasi agama yang bersifat pejoratif (menjelekkan),” ujar Ketua Wantim MUI Prof Din Syamsuddin dalam imbauannya diterima hidayatullah.com, Sabtu (30/03/2019) sebagai hasil rapat pleno Wantim MUI di Jakarta baru-baru ini.
Din mengatakan, walaupun di Indonesia khilafah sebagai lembaga politik tidak diterima luas, namun khilafah yang disebut dalam Al-Qur’an adalah ajaran Islam yang mulia. “Manusia mengemban misi menjadi Wakil Tuhan di bumi/khalifatullah fil ardh,” imbuhnya.
“Mempertentangkan khilafah dengan Pancasila adalah identik dengan mempertentangkan negara Islam dengan negara Pancasila, yang sesungguh sudah lama selesai dengan penegasan negara Pancasila sebagai Darul Ahdi was Syahadah (Negara Kesepakatan dan Kesaksian).
“Upaya mempertentangkannya merupakan upaya membuka luka lama dan dapat menyinggung perasaan umat Islam,” ujarnya.
Din mengatakan, menisbatkan sesuatu yang dianggap anti Pancasila terhadap suatu kelompok adalah labelisasi dan generalisasi (mengebyah-uyah) yang berbahaya dan dapat menciptakan suasana perpecahan di tubuh bangsa.
Wantim MUI pun mengimbau segenap keluarga bangsa agar jangan terpengaruh apalagi terprovokasi dengan pikiran-pikiran yang tidak relevan dan kondusif bagi penciptaan Pemilu/Pilpres damai, berkualitas, berkeadilan, dan berkeadaban.
Belum lama ini, Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan, menyebut bahwa ada yang ingin menghidupkan ideologi selain Pancasila di Indonesia.
Selain Luhut, mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), AM Hendropriyono, juga mengatakan bahwa Pemilu 2019 ini adalah pertarungan antara ideologi Pancasila dan khilafah.
Menurut Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Andre Rosiade, pernyataan yang dilontarkan oleh dua tokoh pendukung petahana itu tidak lebih dari sekadar public hoax alias pembohongan publik.*